Home » , » Catatan Bakol Lilin Di Borobudur Writers And Cultural Festival 2018

Catatan Bakol Lilin Di Borobudur Writers And Cultural Festival 2018

Catatan Bakol Lilin Di Borobudur Writers And Cultural Festival 2018

Oleh : Yono Ndoyit

Catatan Bakol Lilin Di Borobudur Writers And Cultural Festival 2018

Amiya tercinta,
Kemarin kami menonton pertunjukan wayang. Mereka Muslim, tapi tahu seluk beluk dewa dewi Hindu.
Mereka telah merangkul semua narasi kuno India sebagai milik mereka sendiri ... 
Surat Rabindranath Tagore.
Surakarta, 17 September 1927

Petikan surat Tagore tercetak di kaos yang di jual seratus ribu-an di Borobudur Writers and Cultural Festival 2018 yang bertema "Diary and Traveling, Membaca Ulang Catatan Harian Pelawat Asing di Nusantara." 

Candi Borobudur
Candi Borobudur
Tema membuka kembali catatan-catatan harian pelawat asing di Nusantara, di mulai dari catatan I-Tsing atau Yi Jing 1.300 tahun yang lampau. Sebuah event  perayaan literasi tahunan yang diselenggarakan di Yogyakarta dan Magelang 22 - 24 November 2018. Tahun ini merupakan perayaan yang ke tujuh.

Drama Perjalanan I Tsing di Borobudur Writers And Cultural Festival 2018
Drama Perjalanan I Tsing di Borobudur Writers And Cultural Festival 2018


-------

Nusantara adalah kepulauan yang sejak berabad-abad lalu menjadi lintasan perjalanan para pelawat dunia. Berbagai macam catatan harian, buku laporan pengamatan di tulis dari hasil perjalanan para "petualang" dan "pelancong" manca tatkala mengunjungi nusantara.

Mereka yang menulis dari kalangan agamawan, saudagar-saudagar, pelaut, staf administrasi kolonial, geografer, naturalis, kalangan militer sampai ilmuwan botani. Mereka mencatat hal ihwal nusantara dari minat, kepentingan dan sensibilitas masing-masing.

Menurut kurator BWCF, catatan-catatan mereka ada kalanya di catat sangat personal. Ada kalanya di tulis dengan "sudut mata eksotis" hingga mampu menangkap hal-hal kecil yang tak terlihat. Mereka mencatat dengan teliti segala hal yang tidak ada di negerinya sendiri. 

"Catatan dari orang manca ini menjadi pembanding penting atas informasi-informasi yang berasal dari dalam yang muncul dalam babad, syair, kisah lisan, legenda, lakon dalam pentas tradisi, dan lainnya. Tanpa pembanding, informasi dari dalam ini seringkali bias oleh pelbagai hal sehingga fungsi sejarahnya terkikis.
Catatan-catatan dari orang manca ini menjadi penting dalam beberapa hal. Pertama, melihat masa lalu Nusantara secara lebih wajar  dari penglihatan orang manca; kedua, tidak menjadikan  sumber dari dalam  sebagai satu-satunya  acuan dalam melihat masa lalu; ketiga, menyadari dari masa lalu bahwa Nusantara sebagai tempat perjumpaan pelbagai gagasan dan keyakinan."

"Membaca kembali catatan catatan harian itu tapi kita masih tetap bisa menemukan sesuatu cara pandang yang lain dan terduga tentang diri kita sendiri. Kerap kita menemukan dari diary-diary itu sesuatu informasi dari arah yang  tak disangka-sangka bahkan untuk ukuran masa kini. Sejarah kita memang belum sepenuhnya terkuak."

Banyak catatan harian para pelawat asing yang di tulis di nusantara yang kemudian menjadi buku standard keilmuan dunia. Misalnya buku Alfred Russel Wallace: The Malay Archipelago terbit tahun 1869 yang menjadi rujukan para peneliti sampai kini. 

Karya yang merupakan catatan pengamatan Wallace selama mengembara di Indonesia, Singapura dan Malaysia. Ia adalah ahli botani, geografer dan ahli antropologi, ilmuwan dari Britania Raya yang mencetuskan Garis Wallace. Garis yang membagi kepulauan Indonesia menjadi dua bagian yang berbeda: bagian barat di mana sebagian besar faunanya berasal dari Asia dan bagian timur faunanya berasal dari Australia.

Drama Perjalanan I-Tsing di Borobudur Writers And Cultural Festival 2018

Drama Perjalanan I-Tsing di Borobudur Writers And Cultural Festival 2018

Drama Perjalanan I-Tsing di Borobudur Writers And Cultural Festival 2018


Atau catatan harian tua seorang biksu Cina terkenal bernama I-Tsing ( Yi Jing ) yang pernah melawat ke Sumatera pada abad 7 M sebanyak dua kali. Dalam perjalanannya dari Chang'an Cina untuk belajar ke Universitas Nalanda India pada tahun 671 M, ia singgah selama 6 bulan di Sriwijaya ( Palembang ) dan 2 bulan di Melayu ( Jambi ). Setelah belajar di Universitas Nalanda, ia tak langsung pulang ke Cina, namun selama sepuluh tahun antara 685 - 695 M, ia menetap di Sriwijaya untuk menerjemahkan sutra-sutra.

"Pada dasarnya, Nusantara tidak pernah hidup mengisolasi diri. Dari dahulu kala Nusantara merupakan tempat perjumpaan dan pertemuan dengan bangsa-bangsa manca. Dalam sejarahnya, perjumpaan telah terjadi dengan India, China, Arab, Portugis, Inggris, Belanda.
Dari perjumpaan ini mengalirlah gagasan dan keyakinan Budha, Hindu, Islam dan Kristiani ke Nusantara."

Malang, Desember 2018

Catatan pertama Yono Ndoyit
Catatan pertama Yono Ndoyit

0 komentar:

Posting Komentar