Arca Dwarapala Singosari - Tidak jauh dari Candi Singosari, kurang lebih berjarak 200 m ke arah barat, terdapat satu situs bersejarah yang erat kaitannya dengan kerajaan Singosari yaitu arca Dwarapala. Dua arca raksasa terbuat dari batu monolitik dengan ketinggian 3,75 meter dan lebar 3,85 meter, berdiri berseberangan dengan gagah di Jalan Kertanegara.
Kedua arca Dwarapala itu berada di pemukiman warga dikelilingi oleh pagar besi, masing-masing berada bersama kelengkapannya yaitu batu-batu andesit yang berserakan di sekitarnya.
Arca Dwarapala
Dwarapala merupakan gabungan dari dua suku kata yaitu dwara (Dvāra) yang berarti pintu dan pala (Pāla) berarti penjaga, jadi Dwarapala berarti penjaga pintu. Margaret dan James Stutley (1977:83-84) menyatakan bahwa dwara artinya pintu atau gerbang, yang pada masa Veda awal memiliki makna simbolis yang tinggi karena merupakan pintu masuk ke tempat yang penting seperti candi, istana atau rumah.
Dalam kontek ritual, semua pintu merupakan petunjuk ke sesuatu yang baik. Sebagai dewa penjaga dan sebagai bentuk yang tidak pernah habis-habisnya membantu pada upacara sakral , serta dihormati seperti dewa.
Dewa-dewa masuk ke tempat yang sakral melalui dewa-dewa penjaga pintu seperti cahaya pagi yang melewati pintu gerbang dari langit sebelah timur. Rumbi Mulia (1982: 142) berpendapat bahwa Dwarapala merupakan perkembangan dari Yaksa.
Arca Dwarapala |
Di dalam agama Buddha Yaksa merupakan pendamping Buddha sebagai pelindung dan penjaga bangunan suci. Tugas Yaksa sebagai pelindung inilah yang kemudian berkembang menjadi penjaga pintu (Dwarapala).
Sebagai penjaga pintu (Dwarapala) dapat digambarkan sebagai mahluk yang ganas untuk mengusir kejahatan dan menjauhkan bahaya. Di Jawa, Dwarapala diwujudkan sebagai raksasa. Akan tetapi aspek menakutkan tidak mutlak, karena Dwarapala sering tidak menonjolkan ciri-ciri menakutkan, tetapi kadang digambarkan tersenyum.
Dalam Gŗhya Sūtra, posisi pintu menunjukkan hal yang baik dan kurang baik bagi pemilik rumah. Rumah dengan pintu masuk di sebelah timur lambang ketenaran dan kekuatan, pintu masuk selatan lambang pemenuhan segala keinginan, pintu utara lambang keturunan yang baik dan kekuatan , tetapi pintu masuk barat atau pintu belakang lambang ketidak beruntungan.
Selanjutnya penafsiran atau perlambangan ini bersatu dengan penafsiran pada Silpa Sāstra. Jika pintu utama terlalu dekat dengan pohon, pojok, jalan atau tempat pemujaan, pemilik rumah dan anak laki -lakinya akan mendapat kesialan.
Pintu yang datar mendatangkan ketidakberuntungan, sehingga perlu diberi hiasan dengan simbol yang menguntungkan seperti kendi simbol kelimpahan, buah-buahan, daun-daunan, burung-burung, dan sebagainya.
Keempat pintu masuk bagian luar diperuntukan bagi arca penjaga pintu (Dwarapala) di mana dibedakan menurut dewa yang disembah di candi tersebut.
Dalam Silpa Prakasa, Kaulacara (1966: 21) dijelaskan bahwa Dwarapala adalah penjaga pintu candi. Kalau jumlah Dwarapala dua buah diletakkan pada bingkai pintu bagian bawah, kanan dan kiri, tetapi kalau tiga buah maka yang satu diletakkan di bingkai pintu bagian atas (ditengah).
Bentuk Dwarapala bermacam-macam di antaranya yaitu: Bhairawa dan Nandi Bhairawa. Penjaga pintu Bhairawa ini digambarkan berwajah raksasa, bertangan empat memegang ular, trisula (Śūla), gada, dan mangkuk minum (Pāna-pātra).
Sedangkan Nandi Bhairawa juga berwajah raksasa bertangan empat memegang tali (pāśa) dan khaţvāńga.
Arca Dwarapala Di Singosari
Jika kita berjalan dari posisi awal Candi Singosari, maka akan menempatkan kedua arca Dwarapala ini di sebelah kiri dan kanan, demikian sebaliknya. Pada titik ini, arca sebelah kiri duduk dalam posisi berlutut, kaki kanan ditekuk dan kaki kiri dilipat ke bawah (Jawa: Jengkeng). Posisi tangan kanan diletakan diatas gada sedangkan tangan kiri diatas lututnya.
Arca Dwarapala sebelah kiri jalan Kertanegara |
Arca sebelah kanan, duduk berlutut dengan tangan kiri diletakkan diatas gada sedangkan tangan kanan diangkat sejajar dada dengan dua jari terbuka membentuk simbol “V” atau victory atau kemenangan atau peace yang artinya perdamaian.
Kedua arca Dwarapala ini mengenakan mahkota seperti bunga teratai dengan hiasan relief ular dan rangkaian tengkorak. Anting atau giwang dengan motif tengkorak yang disebut sebagai kepala gundala berada di telinganya. Pada lehernya, mengenakan kalung dari rangkaian tengkorak.
Sementara di badannya, hiasan ular yang disebut Yajnapavita menyilang di punggungnya. Kemudian, pada lengannya, melingkar kilat bahu bermotif ular yang disebut Sarpokenyura dan di pergelangan tangannya memakai gelang yang disebut Bhujangga vasaya serta di pergelangan kakinya juga melingkar benggel bermotif ular yang disebut Bhujangga nupura.
Berat arca dwarapala tersebut mencapai 40 ton dan jarak antara kedua arca 50 meter sehingga arca Dwarapala di Singosari, Malang ini disebut sebagai arca Dwarapala terbesar di dunia.
Penjaga Candi Atau Penjaga Istana Kerajaan Singosari?
Jika dilihat dari ukuran dan posisinya, kedua arca dwarapala itu bukanlah sebagai arca penjaga candi Singosari melainkan sebagai penjaga pintu gerbang istana kerajaan Singosari yang keberadaannya hingga sekarang belum ditemukan. Seolah hilang tertelan bumi seperti hilangnya kerajaan Majapahit, “sirna ilang kertaning bumi.”
Memang posisi kedua arca tersebut yang berfungsi sebagai penjaga pintu, mengarah kepada jalan memasuki istana kerajaan Singhasari. Namun, hingga saat ini belum dilakukan rekonstruksi untuk mengetahui di manakah letak istana Singhasari sesungguhnya.
Arca Dwarapala dengan batu-batu andesit di sekitarnya |
Menurut perkiraan tokoh masyarakat Singosari, salah satunya adalah Mbah Rusno, seorang spiritualis dan penasehat komunitas pemerhati sejarah dan budaya “Jaya Wisnu Wardhana”, keberadaan istana Singhasari mengarah pada satu desa yang berada di atas bukit yaitu desa Gunungrejo.
Nama Gunungrejo sendiri berkaitan dengan kata Gunung Raja atau Raja Gunung yakni Girinatha atau Girindra, nama Bhatara Siwa atau Bhatara Guru yang pernah dipakai sebagai gelar oleh Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi atau nama pendiri kerajaan Singasari yaitu Ken Arok.
Dari jalan Kertanegara dimana berada kedua arca Dwarapala tersebut, menuju ke arah barat yang merupakan jalan utama, maka kita akan sampai pada sebuah telaga dan di atas telaga ini ada sebuah bukit yang diperkirakan menjadi letak istana Singhasari.
Arca Dwarapala dikelilingi pagar di Jalan Kertanegara |
Nama-nama desa atau tempat yang ada di wilayah Singosari, jika ditelusuri lebih jauh, diperkirakan memiliki keterkaitan dengan kerajaan Singosari.
Konon, istana kerajaan Singhasari dikelilingi oleh benteng alam berupa Sungai Klampok, Gunung Arjuno, dan parit buatan yang sekarang disebut sebagai Kali Mati. Sedangkan desa Tamanharjo dan Kebonagung tampaknya merujuk pada bekas taman keputren di dalam puri kerajaan.
Sementara, desa Sanggrahan yang terletak di sebelah barat istana, lalu pemandian Ken Dedes, serta banyaknya sumber-sumber air yang berada di lereng Gunung Arjuno, semakin menambah keyakinan tentang letak istana Singhasari.
Berdasarkan ajaran Siwa yang dianut leluhur ita dahulu, dapat di siimpulkan jika dua arca dwarapala itu sebenarnya berada di sebelah barat istana Singhasari. Karena dalam ajaran Siwa ditetapkan bahwa Siwa bersemayam di puncak Kailasa yang digambarkan dalam wujud lingga kemudian pada pintu gerbang sebelah timur terdapat penjaga utama yakni Ganesha atau Ganapati.
Lalu, pada pintu gerbang utara terdapat penjaga utama yakni Bhattara Gori dan pintu gerbang selatan terdapat penjaga utama yakni Rsi Agastya. Maka, pada pintu gerbang sebelah barat terdapat dua penjaga yakni Kala dan Amungkala.
Dan, kedua arca dwarapala ini dapat disimpulkan sebagai penggambaran tokoh penjaga pintu gerbang sebelah barat Siwa yakni Kala dan Amungkala.
Fungsi dan Makna Arca Dwarapala
Dwarapala merupakan pelengkap penggambaran makrokosmos dalam konsep kosmogoni agama Hindu maupun Buddha. Pusat dari makrokosmos adalah Gunung Mahameru yang menggambarkan tempat tinggal para dewa.
Sebagai tempat tinggal para dewa, Gunung Mahameru dilengkapi dengan dewa utama, penjaga pintu kayangan, prajurit, dewa pendamping (pariwara) besar dan kecil , makhluk-makhluk kayangan, dan sebagainya. Dalam kehidupan manusia, penggambaran tempat tinggal para dewa ini diwujudkan dalam bentuk bangunan yaitu candi sebagai mikrokosmos.
Oleh karena itu, candi dibangun sesuai dengan keadaan di Gunung Mahameru dan sesuai dengan aturan-aturan yang ada di dalam kitab-kitab yang berisi tentang pedoman pembangunan candi sebagai tempat pemujaan.
Makna Arca Dwarapala
Sebagai penjaga pintu, tokoh ini digambarkan dengan ciri-ciri tertentu dan ciri-ciri ini memiliki makna sebagai berikut.
- Penggambaran arca Dwarapala yang besar dan kuat (bentuk raksasa) memberikan kesan wibawa, sehingga orang atau hal-hal yang membawa keburukan atau kejahatan akan takut untuk melewatinya.
- Raut muka yang digambarkan menakutkan ( kroda ) mengandung makna keduniawian dan pengusiran roh jahat, walaupun Dwarapala ada yang digambarkan tersenyum tidak mengurangi makna dan kewibawaannya sebagai penjaga pintu.
- Perhiasan yang dikenakan dan atribut yang dibawa oleh Dwarapala memiliki dua makna yaitu dunia manusia dan kedewaan. Dunia manusia disimbolkan dengan penggunaan perhiasan yang lengkap (mewah) sebagai penggambaran keduniawian.
- Sedangkan simbol kedewaaan ditunjukkan dengan atributnya. Perhiasan berupa tali dan gelang lengan yang berbentuk ular sebagai lambing dunia bawah. Atribut berupa gada ,pisau belati, dan tali ular (naga pasa) sebagai lambing kedewaan.
- Posisi duduk arca Dwarapula jengkeng (bhs. Jawa), badan tegap, dan tangan memegang senjata memiliki makna siap siaga dan berjaga-jaga untuk menghalau hal-hal yang bersifat buruk. Kecuali itu posisi duduk seperti itu juga memiliki makna hormat pada siapa saja yang memasuki wilayahnya.
- Secara keseluruhan, baik postur tubuh dan posisi duduk arca Dwarapala memiliki makna sesuai dengan fungsi dan tugasnya yaitu berfungsi mengusir roh-roh jahat dan bertugas sebagai penjaga pintu.
Arca Dwarapala Sebagai Gerbang Wisata Budaya Singosari
Untuk menjelajahi objek-objek wisata lainnya yang berkaitan dengan sejarah kerajaan Singosari, Arca Dwarapala ini dapat dijadikan sebagai titik awalnya atau menjadi pintu gerbang wisata budaya Singosari selanjutnya.
Dari pintu gerbang ini, kita dapat mengunjungi beberapa objek wisata sejarah Singosari lainnya seperti berikut ini.
- Candi Singosari
- Kampoeng Wisata Sumberawan
- Sumber Nagan
- Sumber Biru atau Sendang Kamulyan
- Museum Singosari
- Pemandian Ken Dedes
- Taman Baboji atau Pemandian Watu Gede
- Situs Watu Lumpang Desa Ngujung
- Kerajinan Batu Cobek Desa Petung Wulung
- Kerajinan Sandal Desa Toyomarto
- Pemandian Polaman
- Situs Wora Wari Lawang
- Kebun Teh Wonosari
- Wisata Alam “Budug Asu”
- Hotel Niagara Lawang
- Wisma Erni Lawang
Video Arca Dwarapala
Penutup
Sahabat dolenners, itulah ulasan tentang Arca Dwarapala yang ada di Jalan Kertanegara, Singosari, Malang. Keberadaan kedua arca ini diperkirakan menjadi penjaga pintu gerbang kerajaan Singosari yang hilang tertelan bumi seperti halnya keberadaan Kerajaan Majapahit, “sirna ilang kertaning bumi.”
Nah, jika anda tertarik dengan wisata sejarah, mari kunjungi objek-objek wisata tersebut satu demi satu sehingga penggalan-penggalan kisah sejarah ini dapat terhubung kembali.
Tunggu apalagi? Ayo dolen rek..
DAFTAR PUSTAKA
- Kaulacara, Ramacandra. 1966. Silpa Prakasa, Medieval Orrisan Sanskrit Text on Temple Architecture. Terj. Alice Boner & Sadasiva Rath Sarma. Leide: E.J. Brill.
- R i n i I s w a r i d a n W a s i n o . 1 9 9 8 . “Hermeneutika Dalam Ilmu Sosial”. Paramita. Tahun ke VIII, No. 3.
- Soekmono, R. 1977. Candi, Fungsi, dan Pengertiannya. Semarang: IKIP Semarang Press.
Wih.....penuh sejarah
BalasHapus