Candi Jago, Tumpang, Malang - Masih di Kabupaten Malang, namun agak jauh dari kecamatan Singosari yakni di wilayah Kecamatan Tumpang terdapat peninggalan kerajaan Singosari yang menjadi ikon wilayah di lereng Gunung Semeru ini yaitu Candi Jago atau Jajaghu.
Candi Jago berada di Dusun Jago, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang Jawa Timur. Candi Jajaghu atau Jago merupakan candi peninggalan kerajaan Singhasari yang dibangun oleh Raja Kertanegara pada sekitar abad ke-13 Masehi sebagai penghormatan terhadap ayahnya, Raja Sri jaya Wisnuwardhana yaitu raja ke-4 Singhasari yang memerintah pada tahun 1248 hingga 1268.
Candi Jago Tumpang, Malang
Sosok Raja Jaya Wisnu Wardhana atau lebih dikenal dengan nama Seminingrat dalam Nagarakretagama adalah seorang raja pilihan karena pada masanya, ayah dari raja Kertanegara ini mampu mendamaikan dua keturunan yang selama itu berseteru yaitu keturunan Ken Arok dan Tunggul Ametung.
Selain itu, Raja Wisnu Wardhana juga dapat menyatukan dua kerajaan warisan Raja Airlangga yaitu Jenggala dan Panjalu dalam kerajaan Tumapel. Sehingga pemberian nama “Jago” yang berarti manusia pilihan atau “Jajaghu” yang artinya keagungan, merupakan bentuk penghormatan terhadap Raja Jaya Wisnu Wardhana.
Candi Jago atau Jajaghu berada di Dusun Jago, selain itu juga disebut sebagai candi Tumpang, karena berada di kecamatan Tumpang. Warga sekitar terkadang juga menyebutnya sebagai Cungkup. Lokasi Candi Jago berjarak sekitar 7 km dari Candi Kidal, tempat pendharmaan Raja Anusapati, ayah Wisnu Wardhana.
Candi Jago atau Jajaghu
Candi Jago berada di pinggiran jalan dusun Jago. Berada di dalam pagar dan tepat di depan SD Negeri 1 Tumpang serta dikelilingi rumah-rumah penduduk. Seperti Candi Kidal dan Candi Singhasari, kawasan cagar budaya ini tidak memiliki tempat parkir yang cukup luas bagi wisatawan atau pengunjungnya.
Candi Jago, Tumpang, tampak belakang
Meskipun agak susah memarkirkan kendaraan, namun saat memasuki kawasan Candi Jago ini, kita akan disuguhi pemandangan heritage khas kerajaan tempo dulu. Sebuah candi yang megah dikelilingi hamparan rumput hijau dan taman yang indah. Kondisi cagar budaya ini sangat terawat dan tertata rapi.
Arca Mahasobya di area Candi Jago Tumpang, Malang
Selain bangunan utama candi, terdapat beberapa arca yang diletakkan terpisah yaitu arca Mahasobya yang telah hilang di bagian kepalanya dengan pendampingnya, arca dwarapala dan bangunan bekas tempat arca manjusri. Sedangkan arca Manjusri sendiri, saat ini berada di Museum Nasional Indonesia.
Bangunan utama Candi Jajaghu hampir seluruhnya dibangun menggunakan bahan batu andesit. Terlihat tumpukan batu andesit di sebelah toilet. Menurut Imam, juru kunci candi ini, tumpukan batu andesit tersebut adalah bagian atap dari Candi Jago yang masih rusak.
Kitab Nagarakretagama menyebutkan diantara dua puluh tujuh candi makam, yang bertahan dalam keadaan hampir utuh hanyalah Candi Jago yang lebih dikenal sebagai Candi Tumpang. Meskipun sekarang tidak sepenuhnya utuh, namun masih terlihat indah dan megah sehingga dapat dibayangkan kemegahan dan keindahan candi ini ketika masih utuh.
Arsitektur Candi Jago yang unik dan menarik
Candi Jago memilliki ukuran panjang total adalah 23,71 meter, dengan lebar 14 meter dan tinggi 9,97 meter. Pada bagian dasar candi Jago memiliki desain dengan teras berundak atau bersusun dengan ukuran semakin keatas semakin mengecil.
Menurut Nagarakretagama XLI/4 Candi Jago adalah candi Budha dimana di dalamnya terdapat arca Budha sebagai lambang mendiang Raja Wisnuwardhana dan dihiasi dengan berbagai relief seperti berikut ini.
Teras pertama memuat relief Kunjarakarna
Teras kedua terpahat relief Partayajna
Teras ketiga berisi relief Arjuna Wiwaha
Badan candi sendiri dihiasi dengan adegan Kalayawana
Ternyata, ada hubungan antara arca dewa yang disimpan di dalam candi dan hiasan relief candi terkait dengan perjalanan hidup Raja Jaya Wisnu Wardhana.
Hiasan relief pada teras pertama menunjukkan simpati raja Wisnuwardhana kepada agama Budha meskipun sang raja bukan pemeluk agama Budha. Pendewaan seorang raja sebagai Siwa dan Budha adalah suatu kebiasaan pada jaman Singhasari hingga Majapahit.
Arca Mahasobya sebelum rusak
Perwujudan Raja Jaya Wisnu Wardhana
Lalu, hiasan relief Partayajna di teras kedua menggambarkan perjuangan Wisnuwardhana untuk merebut kembali kerajaan Singasari dari tangan Panji Tohjaya seperti yang terdapat dalam serat Pararaton.
Kemudian, hiasan relief Arjuna Wiwaha pada teras ketiga melambangkan perkawinan raja Wisnuwardhana dengan puteri Jayawardhani atau Waninghyun seperti terdapat dalam Piagam Wurare.
Sedangkan relief Kalyanantaka yang terdapat pada badan candi, melambangkan pembasmian musuh raja Wisnuwardhana yang bernama Linggapati seperti yang disebut dalam kitab Nagarakretagama dan Pararaton.
Saat ini, pada bagian atap candi Jago sudah tidak terlihat bentuk aslinya, karena memang saat ini dalam kondisi yang rusak. Menurut penuturan dari warga sekitar, bahwa kerusakan pada atap candi Jago disebabkan karena tersambar petir.
Sejarah Candi Jago
Dalam Nagarakretagama, pembangunan Candi Jago ini atas perintah Raja Kertanegara yang berlangsung sejak tahun 1268 hingga 1280 Masehi sebagai penghormatan kepada ayahnya yaitu Raja Singasari yang ke-4, Sri Jaya Wisnuwardhana yang mangkat pada tahun 1268. Ciri khas dari candi-candi Singhasari adalah hiasan relief atau patung berupa teratai seperti terdapat di Candi Jago ini.
Candi Jajaghu, Tumpang, Malang
Pada tahun 1343 Masehi, candi ini dipugar atas perintah dari Adityawarman, yaitu seorang raja dari Melayu yang masih memiliki hubungan darah dengan Hayam wuruk. Selain melakukan pemugaran, Adityawarman juga menambahkan arca Manjusri yang diletakkan di depan candi.
Namun sayang, saat ini, arca Manjusri sudah berpindah tempat yaitu disimpan di Museum Nasional Jakarta sehingga kita hanya menemukan bangunan yang menjadi bantalannya saja.
Bangunan tambahan yang sekarang berada di depan candi Jago adalah Arca Manjusri. Pada bagian belakang arca ini dipahatkan sebuah prasasti yang disebut Prasasti Manjusri. Saat ini, Arca Manjusri beserta prasastinya telah dipindahkan ke Museum Nasional dengan nomor inventaris D. 214.
Arca Manjusri di Museum Nasional Jakarta
Karakter Manjusri dianggap sebagai personifikasi dari kebijaksanaan transenden Raja Wisnu Wardhana. Pada arca tersebut, digambarkan dia duduk di atas takhta berhiasan teratai yang gemerlapan, pada tangan kirinya ia memegang sebuah buku (sebuah naskah daun palem), tangan kanannya memegang pedang (yang bermakna untuk melawan kegelapan), dan pada dadanya dilingkari tali. Ia juga dikelilingi oleh empat dewa, yang semuanya bermakna replika dirinya sendiri.
Prasasti Manjusri, Museum Nasional Jakarta
Berikut ini adalah terjemahan teks dari prasasti Manjusri yang ditulis dalam aksara Jawa :
“Dalam kerajaan yang dikuasai oleh Ibu Yang Mulia Rajapatni maka Adityawarman itu, yang berasal dari keluarganya, yang berakal murni dan bertindak selaku menteri wreddaraja, telah mendirikan di pulau Jawa, di dalam Jinalayapura, sebuah candi yang ajaib- dengan harapan agar dapat membimbing ibunya, ayahnya dan sahabatnya ke kenikmatan Nirwana”
Akses Menuju Candi Jago
Cara menuju ke Candi Jajaghu dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum dan kendaraan pribadi baik roda empat maupun sepeda motor.
Akses menuju Candi Jajaghu tidaklah sulit asalkan kita dapat menemukan pasar Tumpang terlebih dahulu. Karena dari pasar ini jarak menuju Candi Tumpang agak dekat sehingga kita dapat menempuhnya dengan berjalan kaki.
Bagi Anda yang berasal dari luar Malang dan menggunakan angkutan umum, silahkan berhenti di terminal Arjosari kota Malang. Kemudian, naik Angkutan kota yang berwarna putih dengan tulisan Tumpang – Arjosari atau TA dan turun di Pasar Tumpang.
Tarif Masuk Candi Jago, Tumpang, Malang
Untuk dapat menikmati keindahan dan keunikan Candi Jago Tumpang, pengunjung tidak dikenakan tarif masuk. Hanya membayar ongkos parkir dan sumbangan sukarela untuk pemeliharaan cagar budaya ini.
Objek Wisata Dekat Candi Jago
Untuk sampai di Tumpang, Anda harus melewati perjalanan yang cukup jauh sehingga sayang jika tidak mengunjungi objek wisata lain yang menarik dan dekat dengan Candi Jago ini. Berikut ini adalah beberapa objek wisata lain di Tumpang, Malang.
Candi Kidal, candi yang menjadi tempat perabuan Raja Anusapati, ayah Jaya Wisnuwardhana.
Lembah Tumpang, objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah karena sangat indah dan mengusung tema kerajaan.
Museum Topeng Panji, objek wisata baru yang mengemas edukasi sejarah dan hiburan dengan menyediakan kolam renang dan spot foto yang menarik.
Coban Cahe, air terjun alami dan eksotis di Tumpang
Menurut Prasasti Maribong yang ditemukan tahun 1248, Wisnuwardhana adalah raja ke-4 Singhasari yang memerintah pada tahun 1249-1268 dengan gelar Sri Jayawisnuwardhana Sang Mapanji Seminingrat Sri Sakala Kalana Kulama Dhumardana Kamaleksana. Sedangkan dalam Pararaton, Wisnuwardhana dikenal dengan nama Ranggawuni, putra Anusapati, atau cucu Tunggul Ametung.
Setelah kematian Ken Arok, terjadi pergeseran kekuasaan di antara keturunan Ken Arok dengan Tunggul Ametung. Jika dalam Pararaton, dikisahkan perebutan kekuasaan itu penuh dilumuri dengan darah akibat kutukan Keris Mpu Gandring, maka pada masa pemerintahan Wisnu Wardhana inilah terjadi perdamaian diantara kedua keluarga ini.
Bangunan tempat arca Manjusi di depan Candi Jago, Malang
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka berasal dari keturunan Ken Dedes namun berbeda Ayah. Ranggawuni adalah cucu Tunggul Ametung sedangkan Mahisa Cempaka adalah cucu Ken Arok.
Setelah Tohjaya lengser, Ranggawuni yang merupakan cucu Tunggul Ametung, naik takhta bergelar Wisnuwardhana, sedangkan Mahisa Campaka, sepupu dan keturunan dari Ken Arok, menjadi Ratu Angabhaya bergelar Narasingamurti. Mereka memerintah bersama dengan rukun dan damai.
Pada masa pemerintahan bersama inilah, terjadi penyatuan dua kerajaan yaitu Janggala dan Panjalu oleh Raja Wisnuwardhana seperti yang diuraikan dalam prasasti Mahaksobhya. Meskipun di antara Keluarga raja Kediri ada yang keberatan dengan penyatuan kerajaan ini yaitu Sri Maharaja Lingga Chaya ( Linggapati).
Dalam Nagarakretagama dan Pararaton selanjutnya menceritakan setelah naik takhta di Tumapel, Wisnuwardhana menghancurkan pemberontakan Linggapati di Mahibit. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1252.
Tumpukan batu andesit bekas reruntuhan atap Candi Jago Tumpang
Dalam Pararaton disebutkan demi memajukan kemakmuran negara pada tahun saka 1193 Prabu Wisnuwardhana membuat pelabuhan di sungai Brantas dekat kota Majakerta yang terkenal dengan nama pelabuhan Canggu.
Pada tahun 1254 ibu kota Kerajaan Tumapel diganti nama dari Kutaraja menjadi Singhasari saat pengangkatan putranya yang bernama Kertanagara sebagai raja. Sedangkan Panji Patipati atau Mpu Kapat, orang yang menyelamatkan hidup mereka dari ancaman Panji Tohjaya, diangkat sebagai Dharmadikrama (hakim tertinggi) seperti terbukti dalam serat Kekancingan Gunung Wilis tahun saka 1191.
Raja JayaWisnuwardhana menurut Pararaton, mangkat pada tahun 1268, kemudian dicandikan di Waleri sebagai Siwa dan di Jajaghu sebagai Budha. Tidak berselang beberapa lama Narasingamurti juga wafat dan dimakamkan di Wengker dengan penghormatan Arca Siwa yang sangat indah di kumitir.
Menurut Negarakertagama Narasinghamurti menurunkan Dyah Lembu Tal, yang di Candikan di Mireng sebagai Budha. Beliau berputra Raden Wijaya yang akan mendirikan kerajaan besar Majapahit.
Video Candi Jago Tumpang
Referensi :
Brandes, J.L.A., (1904), Beschrijving van de ruïne bij de desa Toempang, genaamd Tjandi Djago in de Residentie Pasoeroean, 's-Gravenhage-Batavia, Nijhoff/Albrecht.
Stutterheim, W.F., (1936), De dateering van eenige Oost-javaansche beeldengroepen, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde. 76: 249-358.
Bosch, F.D.K., (1921), De inscriptie op het Mansjuri-beeld van 1265 Caka, Bijdragen tot de Taal-, Land en Volkenkunde. 77: 194-201.
Menelusuri Jejak Sejarah Raja Jaya Wisnu Wardhana Di Candi Jago Tumpang, Malang
Matt Dolan
Mei 21, 2019
Candi Jago, Tumpang, Malang - Masih di Kabupaten Malang, namun agak jauh dari kecamatan Singosari yakni di wilayah Kecamatan Tumpang terdapat peninggalan kerajaan Singosari yang menjadi ikon wilayah di lereng Gunung Semeru ini yaitu Candi Jago atau Jajaghu.
Candi Jago berada di Dusun Jago, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang Jawa Timur. Candi Jajaghu atau Jago merupakan candi peninggalan kerajaan Singhasari yang dibangun oleh Raja Kertanegara pada sekitar abad ke-13 Masehi sebagai penghormatan terhadap ayahnya, Raja Sri jaya Wisnuwardhana yaitu raja ke-4 Singhasari yang memerintah pada tahun 1248 hingga 1268.
Candi Jago Tumpang, Malang
Sosok Raja Jaya Wisnu Wardhana atau lebih dikenal dengan nama Seminingrat dalam Nagarakretagama adalah seorang raja pilihan karena pada masanya, ayah dari raja Kertanegara ini mampu mendamaikan dua keturunan yang selama itu berseteru yaitu keturunan Ken Arok dan Tunggul Ametung.
Selain itu, Raja Wisnu Wardhana juga dapat menyatukan dua kerajaan warisan Raja Airlangga yaitu Jenggala dan Panjalu dalam kerajaan Tumapel. Sehingga pemberian nama “Jago” yang berarti manusia pilihan atau “Jajaghu” yang artinya keagungan, merupakan bentuk penghormatan terhadap Raja Jaya Wisnu Wardhana.
Candi Jago atau Jajaghu berada di Dusun Jago, selain itu juga disebut sebagai candi Tumpang, karena berada di kecamatan Tumpang. Warga sekitar terkadang juga menyebutnya sebagai Cungkup. Lokasi Candi Jago berjarak sekitar 7 km dari Candi Kidal, tempat pendharmaan Raja Anusapati, ayah Wisnu Wardhana.
Candi Jago atau Jajaghu
Candi Jago berada di pinggiran jalan dusun Jago. Berada di dalam pagar dan tepat di depan SD Negeri 1 Tumpang serta dikelilingi rumah-rumah penduduk. Seperti Candi Kidal dan Candi Singhasari, kawasan cagar budaya ini tidak memiliki tempat parkir yang cukup luas bagi wisatawan atau pengunjungnya.
Candi Jago, Tumpang, tampak belakang
Meskipun agak susah memarkirkan kendaraan, namun saat memasuki kawasan Candi Jago ini, kita akan disuguhi pemandangan heritage khas kerajaan tempo dulu. Sebuah candi yang megah dikelilingi hamparan rumput hijau dan taman yang indah. Kondisi cagar budaya ini sangat terawat dan tertata rapi.
Arca Mahasobya di area Candi Jago Tumpang, Malang
Selain bangunan utama candi, terdapat beberapa arca yang diletakkan terpisah yaitu arca Mahasobya yang telah hilang di bagian kepalanya dengan pendampingnya, arca dwarapala dan bangunan bekas tempat arca manjusri. Sedangkan arca Manjusri sendiri, saat ini berada di Museum Nasional Indonesia.
Bangunan utama Candi Jajaghu hampir seluruhnya dibangun menggunakan bahan batu andesit. Terlihat tumpukan batu andesit di sebelah toilet. Menurut Imam, juru kunci candi ini, tumpukan batu andesit tersebut adalah bagian atap dari Candi Jago yang masih rusak.
Kitab Nagarakretagama menyebutkan diantara dua puluh tujuh candi makam, yang bertahan dalam keadaan hampir utuh hanyalah Candi Jago yang lebih dikenal sebagai Candi Tumpang. Meskipun sekarang tidak sepenuhnya utuh, namun masih terlihat indah dan megah sehingga dapat dibayangkan kemegahan dan keindahan candi ini ketika masih utuh.
Arsitektur Candi Jago yang unik dan menarik
Candi Jago memilliki ukuran panjang total adalah 23,71 meter, dengan lebar 14 meter dan tinggi 9,97 meter. Pada bagian dasar candi Jago memiliki desain dengan teras berundak atau bersusun dengan ukuran semakin keatas semakin mengecil.
Menurut Nagarakretagama XLI/4 Candi Jago adalah candi Budha dimana di dalamnya terdapat arca Budha sebagai lambang mendiang Raja Wisnuwardhana dan dihiasi dengan berbagai relief seperti berikut ini.
Teras pertama memuat relief Kunjarakarna
Teras kedua terpahat relief Partayajna
Teras ketiga berisi relief Arjuna Wiwaha
Badan candi sendiri dihiasi dengan adegan Kalayawana
Ternyata, ada hubungan antara arca dewa yang disimpan di dalam candi dan hiasan relief candi terkait dengan perjalanan hidup Raja Jaya Wisnu Wardhana.
Hiasan relief pada teras pertama menunjukkan simpati raja Wisnuwardhana kepada agama Budha meskipun sang raja bukan pemeluk agama Budha. Pendewaan seorang raja sebagai Siwa dan Budha adalah suatu kebiasaan pada jaman Singhasari hingga Majapahit.
Arca Mahasobya sebelum rusak
Perwujudan Raja Jaya Wisnu Wardhana
Lalu, hiasan relief Partayajna di teras kedua menggambarkan perjuangan Wisnuwardhana untuk merebut kembali kerajaan Singasari dari tangan Panji Tohjaya seperti yang terdapat dalam serat Pararaton.
Kemudian, hiasan relief Arjuna Wiwaha pada teras ketiga melambangkan perkawinan raja Wisnuwardhana dengan puteri Jayawardhani atau Waninghyun seperti terdapat dalam Piagam Wurare.
Sedangkan relief Kalyanantaka yang terdapat pada badan candi, melambangkan pembasmian musuh raja Wisnuwardhana yang bernama Linggapati seperti yang disebut dalam kitab Nagarakretagama dan Pararaton.
Saat ini, pada bagian atap candi Jago sudah tidak terlihat bentuk aslinya, karena memang saat ini dalam kondisi yang rusak. Menurut penuturan dari warga sekitar, bahwa kerusakan pada atap candi Jago disebabkan karena tersambar petir.
Sejarah Candi Jago
Dalam Nagarakretagama, pembangunan Candi Jago ini atas perintah Raja Kertanegara yang berlangsung sejak tahun 1268 hingga 1280 Masehi sebagai penghormatan kepada ayahnya yaitu Raja Singasari yang ke-4, Sri Jaya Wisnuwardhana yang mangkat pada tahun 1268. Ciri khas dari candi-candi Singhasari adalah hiasan relief atau patung berupa teratai seperti terdapat di Candi Jago ini.
Candi Jajaghu, Tumpang, Malang
Pada tahun 1343 Masehi, candi ini dipugar atas perintah dari Adityawarman, yaitu seorang raja dari Melayu yang masih memiliki hubungan darah dengan Hayam wuruk. Selain melakukan pemugaran, Adityawarman juga menambahkan arca Manjusri yang diletakkan di depan candi.
Namun sayang, saat ini, arca Manjusri sudah berpindah tempat yaitu disimpan di Museum Nasional Jakarta sehingga kita hanya menemukan bangunan yang menjadi bantalannya saja.
Bangunan tambahan yang sekarang berada di depan candi Jago adalah Arca Manjusri. Pada bagian belakang arca ini dipahatkan sebuah prasasti yang disebut Prasasti Manjusri. Saat ini, Arca Manjusri beserta prasastinya telah dipindahkan ke Museum Nasional dengan nomor inventaris D. 214.
Arca Manjusri di Museum Nasional Jakarta
Karakter Manjusri dianggap sebagai personifikasi dari kebijaksanaan transenden Raja Wisnu Wardhana. Pada arca tersebut, digambarkan dia duduk di atas takhta berhiasan teratai yang gemerlapan, pada tangan kirinya ia memegang sebuah buku (sebuah naskah daun palem), tangan kanannya memegang pedang (yang bermakna untuk melawan kegelapan), dan pada dadanya dilingkari tali. Ia juga dikelilingi oleh empat dewa, yang semuanya bermakna replika dirinya sendiri.
Prasasti Manjusri, Museum Nasional Jakarta
Berikut ini adalah terjemahan teks dari prasasti Manjusri yang ditulis dalam aksara Jawa :
“Dalam kerajaan yang dikuasai oleh Ibu Yang Mulia Rajapatni maka Adityawarman itu, yang berasal dari keluarganya, yang berakal murni dan bertindak selaku menteri wreddaraja, telah mendirikan di pulau Jawa, di dalam Jinalayapura, sebuah candi yang ajaib- dengan harapan agar dapat membimbing ibunya, ayahnya dan sahabatnya ke kenikmatan Nirwana”
Akses Menuju Candi Jago
Cara menuju ke Candi Jajaghu dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum dan kendaraan pribadi baik roda empat maupun sepeda motor.
Akses menuju Candi Jajaghu tidaklah sulit asalkan kita dapat menemukan pasar Tumpang terlebih dahulu. Karena dari pasar ini jarak menuju Candi Tumpang agak dekat sehingga kita dapat menempuhnya dengan berjalan kaki.
Bagi Anda yang berasal dari luar Malang dan menggunakan angkutan umum, silahkan berhenti di terminal Arjosari kota Malang. Kemudian, naik Angkutan kota yang berwarna putih dengan tulisan Tumpang – Arjosari atau TA dan turun di Pasar Tumpang.
Tarif Masuk Candi Jago, Tumpang, Malang
Untuk dapat menikmati keindahan dan keunikan Candi Jago Tumpang, pengunjung tidak dikenakan tarif masuk. Hanya membayar ongkos parkir dan sumbangan sukarela untuk pemeliharaan cagar budaya ini.
Objek Wisata Dekat Candi Jago
Untuk sampai di Tumpang, Anda harus melewati perjalanan yang cukup jauh sehingga sayang jika tidak mengunjungi objek wisata lain yang menarik dan dekat dengan Candi Jago ini. Berikut ini adalah beberapa objek wisata lain di Tumpang, Malang.
Candi Kidal, candi yang menjadi tempat perabuan Raja Anusapati, ayah Jaya Wisnuwardhana.
Lembah Tumpang, objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah karena sangat indah dan mengusung tema kerajaan.
Museum Topeng Panji, objek wisata baru yang mengemas edukasi sejarah dan hiburan dengan menyediakan kolam renang dan spot foto yang menarik.
Coban Cahe, air terjun alami dan eksotis di Tumpang
Menurut Prasasti Maribong yang ditemukan tahun 1248, Wisnuwardhana adalah raja ke-4 Singhasari yang memerintah pada tahun 1249-1268 dengan gelar Sri Jayawisnuwardhana Sang Mapanji Seminingrat Sri Sakala Kalana Kulama Dhumardana Kamaleksana. Sedangkan dalam Pararaton, Wisnuwardhana dikenal dengan nama Ranggawuni, putra Anusapati, atau cucu Tunggul Ametung.
Setelah kematian Ken Arok, terjadi pergeseran kekuasaan di antara keturunan Ken Arok dengan Tunggul Ametung. Jika dalam Pararaton, dikisahkan perebutan kekuasaan itu penuh dilumuri dengan darah akibat kutukan Keris Mpu Gandring, maka pada masa pemerintahan Wisnu Wardhana inilah terjadi perdamaian diantara kedua keluarga ini.
Bangunan tempat arca Manjusi di depan Candi Jago, Malang
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka berasal dari keturunan Ken Dedes namun berbeda Ayah. Ranggawuni adalah cucu Tunggul Ametung sedangkan Mahisa Cempaka adalah cucu Ken Arok.
Setelah Tohjaya lengser, Ranggawuni yang merupakan cucu Tunggul Ametung, naik takhta bergelar Wisnuwardhana, sedangkan Mahisa Campaka, sepupu dan keturunan dari Ken Arok, menjadi Ratu Angabhaya bergelar Narasingamurti. Mereka memerintah bersama dengan rukun dan damai.
Pada masa pemerintahan bersama inilah, terjadi penyatuan dua kerajaan yaitu Janggala dan Panjalu oleh Raja Wisnuwardhana seperti yang diuraikan dalam prasasti Mahaksobhya. Meskipun di antara Keluarga raja Kediri ada yang keberatan dengan penyatuan kerajaan ini yaitu Sri Maharaja Lingga Chaya ( Linggapati).
Dalam Nagarakretagama dan Pararaton selanjutnya menceritakan setelah naik takhta di Tumapel, Wisnuwardhana menghancurkan pemberontakan Linggapati di Mahibit. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1252.
Tumpukan batu andesit bekas reruntuhan atap Candi Jago Tumpang
Dalam Pararaton disebutkan demi memajukan kemakmuran negara pada tahun saka 1193 Prabu Wisnuwardhana membuat pelabuhan di sungai Brantas dekat kota Majakerta yang terkenal dengan nama pelabuhan Canggu.
Pada tahun 1254 ibu kota Kerajaan Tumapel diganti nama dari Kutaraja menjadi Singhasari saat pengangkatan putranya yang bernama Kertanagara sebagai raja. Sedangkan Panji Patipati atau Mpu Kapat, orang yang menyelamatkan hidup mereka dari ancaman Panji Tohjaya, diangkat sebagai Dharmadikrama (hakim tertinggi) seperti terbukti dalam serat Kekancingan Gunung Wilis tahun saka 1191.
Raja JayaWisnuwardhana menurut Pararaton, mangkat pada tahun 1268, kemudian dicandikan di Waleri sebagai Siwa dan di Jajaghu sebagai Budha. Tidak berselang beberapa lama Narasingamurti juga wafat dan dimakamkan di Wengker dengan penghormatan Arca Siwa yang sangat indah di kumitir.
Menurut Negarakertagama Narasinghamurti menurunkan Dyah Lembu Tal, yang di Candikan di Mireng sebagai Budha. Beliau berputra Raden Wijaya yang akan mendirikan kerajaan besar Majapahit.
Video Candi Jago Tumpang
Referensi :
Brandes, J.L.A., (1904), Beschrijving van de ruïne bij de desa Toempang, genaamd Tjandi Djago in de Residentie Pasoeroean, 's-Gravenhage-Batavia, Nijhoff/Albrecht.
Stutterheim, W.F., (1936), De dateering van eenige Oost-javaansche beeldengroepen, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde. 76: 249-358.
Bosch, F.D.K., (1921), De inscriptie op het Mansjuri-beeld van 1265 Caka, Bijdragen tot de Taal-, Land en Volkenkunde. 77: 194-201.
0 komentar:
Posting Komentar