Situs Sumberawan, Desa Toyomarto, Singosari, Malang - Situs Sumberawan memiliki beberapa potensi wisata yaitu Candi Sumberawan, mata air Sumberawan, pemandangan alam dan taman yang indah. Dalam Kitab Negara Kertagama, Sumberawan disebut dengan nama Kasurangganan yang berarti taman surga atau taman bidadari (nimfa).
Sebutan taman surga dimana para bidadari berada karena pada masa itu kondisi Sumberawan sangat indah dan menawan bahkan seorang raja besar seperti Hayam Wuruk terpikat akan keindahannya. Sehingga menjadikan Sumberawan sebagai salah satu tempat persinggahannya.
![]() |
| Candi Sumberawan, Toyomarto, Singosari, Malang |
Sisa-sisa keindahan taman Kasuranggan di Sumberawan yang ada saat ini meskipun belum ditata secara professional, memang terlihat indah. Terlebih lagi, jika mendapatkan sentuhan tangan-tangan professional yang memiliki nilai seni yang tinggi.
![]() |
| Taman Kasuranggan atau Sumberawan |
Tentang keberadaan para bidadari yang menghuni taman ini, mungkin lebih bersifat simbolik. Karena ditempat ini baik pada masa lalu maupun sekarang, menjadi tempat untuk bertapa atau melakukan pendekatan kepada Tuhan atau Sang Hyang Widhi Wasa.
Dalam semua agama disebutkan, hanya orang-orang yang berhati bersih, berbudi pekerti luhur dan senang melakukan kebaikan yang akan dapat merasakan indahnya surga atau nirwana termasuk taman-taman di dalamnya.
Sedangkan sebutan taman bidadari atau nimfa menggambarkan sebuah taman yang indah dengan penghuni para bidadari atau hapsari yaitu wanita cantik jelita yang hanya bisa ditemukan di kahyangan, tempat tinggal para dewa.
![]() |
| Sumberawan atau Taman Bidadari |
Kahyangan digambarkan berada di atas atau di awan. Sosok bidadari digambarkan sebagai sosok yang suci, tetap perawan dan tidak pernah tua. Bidadari sendiri merupakan sosok yang menjadi dambaan setiap manusia. Dan konon, bidadari dihadiahkan kepada mereka yang menjadi ahli surga.
Dalam kisah pewayangan, bidadari menjadi hadiah bagi mereka yang telah berjasa kepada dewa atau melakukan kebaikan besar. Selain itu, bidadari juga bertugas menyampaikan pesan dari para dewa kepada manusia sekaligus juga bertugas untuk menguji keteguhan orang-orang yang bertapa.
Kisah-kisah berikut ini mencoba memberikan gambaran tentang makna filosofis dari para bidadari penghuni Taman Kasuranggan ini.
Baca Juga : Candi Sumberawan, Toyomarto, SIngosari, Malang dan Perjalanan Wisata Sejarah Alumni smanda Malang
Kisah Arjuna dan 7 Bidadari
Salah satu kisah dalam pewayangan yang terkenal berupa kakawin yang ditulis oleh Mpu Kanwa, pujangga keraton semasa raja Airlangga dengan judul “Arjuna Wiwaha”.
Dalam kitab Arjuna Wiwaha ini, dikisahkan perjalanan spiritual Arjuna, ksatria ketiga dari Pandawa, dalam mencari senjata pusaka dan memohon kemenangan Pandawa dalam perang Bharatayuda. Untuk melakukan pertapaannya, Arjuna memilih untuk menetap di Gunung Indrakila.
Lalu merubah namanya menjadi Mintaraga atau Begawan Ciptaning. Nama mintaraga atau mintorogo berasal dari kata “minto” dan ”rogo” yang artinya meminta badan atau raga untuk tirakat atau meminta badan untuk mengurangi kebutuhannya yaitu makan, minum dan kebutuhan lainnya.
Sedangkan Ciptaning berasal dari kata cipta dan hening atau bening yang artinya mengheningkan cipta atau membeningkan cipta.
Karena dalam melakukan tapa brata ini, Arjuna menghentikan kegiatan sehari-hari yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ragawi dan mengarahkan angan-angan dan fikirannya atau ciptanya supaya hening dan bening.
![]() |
| Candi Sumberawan |
Dengan berusaha sekuat tenaga akhirnya Arjuna mampu membeningkan ciptanya sehingga menimbulkan daya yang mampu membuat kahyangan berguncang. Disaat yang hampir bersamaan, Kahyangan Suralaya sedang mendapatkan ancaman dari Raja Raksasa bernama Niwatakawaca.
Sang Raja Raksasa ingin meminang Dewi Supraba namun ditolak oleh para dewa sehingga Niwatakawaca marah lalu membuat onar di kahyangan. Dan, tidak ada satupun Dewa yang mampu menandingi kesaktiannya, sehingga Bathara Guru, pemimpin para dewa, mencari sosok yang dapat menjadi jago untuk melawan Raja Raksasa ini.
Ketika mengetahui Arjuna sedang bertapa, maka Hyang Girinatha mengutus 7 bidadari yang paling cantik di kahyangan untuk menguji ketekunan tapa sang Panengah Pandawa.
![]() |
| Arjuna dan 7 Bidadari Gambar : sinar cakrawala |
Dengan berbagai daya upaya para sosok wanita cantik jelita ini berusaha menggoda, membujuk dan merayu sang Arjuna. Namun, ksatria yng dijuluki sebagai “lelananging jagad” ini tetap tidak bergeming, hingga akhirnya ketujuh bidadari tersebut putus asa lalu kembali ke Kahyangan.
Kegagalan tujuh bidadari ini membuat Bathara Guru turun tangan sendiri untuk membangunkan pertapaan Arjuna dalam bentuk seorang ksatria. Arjuna berhasil dibangunkan, kemudian melalui perantaraan seekor babi hutan terjadilah perkelahian di antara mereka untuk menentukan siapa yang berhak atas babi itu.
Akhirnya Bathara Guru berubah ke wujud aslinya dan berjanji akan memenuhi segala permintaan Arjuna, asalkan Arjuna mampu mengalahkan Niwatakawaca yang telah membuat keributan di kahyangan. Arjuna menyanggupi. Bathara Guru memberikan pusaka sakti panah Pasopati sebagai hadiahnya.
Terjadi pertempuran antara Arjuna melawan Raja Raksasa itu. Setelah bertempur sekian lama dengan mengeluarkan berbagai kesaktian, akhirnya Raja Niwatakawaca mati terbunuh. Kerongkongannya tertembus panah Pasopati saat sedang tertawa terbahak-bahak.
Atas jasanya ini, Arjuna mendapatkan hadiah 7 bidadari yang dulu pernah menggodanya. Jerih payahnya dalam melakukan tapa brata mendapatkan hasil yang memuaskan. Selain mendapatkan pusaka Pasopati yang ampuh, Arjuna juga mendapatkan hadiah tujuh bidadari yang sangat cantik jelita.
Kisah Joko Tarub dan Nawangwulan
Kisah lainnya yang menjadi legenda di masyarakat adalah kisah Joko Tarub dan Dewi Nawangwulan, seorang bidadari dari kahyangan. Kisah ini hampir mirip dengan kisah dalam kakawin Arjuna Wiwaha, hanya berbeda tokoh dan penamaannya saja.
Kisah Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan ini dapat ditafsirkan seperti perjalanan spiritual Arjuna dalam melakukan tapa brata. Jaka Tarub dapat diartikan sebagai seorang jejaka yang sedang melakukan ta’aruf atau tapa brata lalu mendapatkan anugerah seorang bidadari bernama Nawangwulan.
![]() |
| Mushola di Sumberawan |
Pada masa itu, Agama Islam sudah mulai berkembang di tanah Jawa sehingga kata taaruf atau tarub menurut sebutan orang Jawa, digunakan sebagai simbol orang yang sedang melakukan tapa brata atau pendekatan kepada Tuhan YME agar tercapai segala hajat dan cita-citanya.
Taaruf sendiri berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu ta’aarafa yang artinya berkenalan atau saling mengenal. Seperti terdapat pada firman Allah yang artinya,
“Hai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal (ta’arofu)….” (Q.S. Al Hujurat: 13)
Dalam ayat tersebut, kata li ta’aarafuu mengandung makna bahwa tujuan dari semua ciptaan Allah adalah agar kita semua saling mengenal satu sama lain.
Arti taaruf yang sesungguhnya adalah perkenalan atau berkenalan. Secara lebih spesifik, taaruf antarlawan jenis diartikan sebagai proses perkenalan atau berkenalannya seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk mendapatkan keyakinan terkait kelanjutan hubungan mereka: menikah atau terhenti di taaruf.
Bidadari Nawangwulan sendiri, sosok wanita cantik jelita yang menjadi dambaan semua pria merupakan simbol anugerah yang menjadi hadiahnya.
Konon, setelah melakukan ta’aruf, sang jejaka menjadi pemuka di desanya dengan gelar Ki Ageng Tarub. Kemudian, Ki Ageng Tarub bersahabat baik dengan Raja Brawijaya, hingga menitipkan anak kandungnya yang bernama Bondan Kejawan.
Ki Ageng Tarub memiliki seorang putri yang dalam kisah disebutkan bernama Nawangsih, hasil perkawinannya dengan Dewi Nawangwulan. Akhirnya, Bondan Kejawan menikah dengan Dewi Nawangsih, putri Ki Ageng Tarub, kemudian menurunkan seorang putra bernama Ki Ageng Getas Pandawa. Dan, Ki Ageng Getas Pandawa memiliki seorang putra yang bergelar Ki Ageng Sela hingga Raden Sutawijaya atau Panembahan Senopati, pendiri Kesultanan Mataram.
Baca Juga : Paket Wisata Spiritual "Tirta Amerta Singhasari"
Penutup
Kisah Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan seperti halnya kisah Arjuna dan 7 Bidadari ini memberi kita pelajaran tentang kesabaran, keteguhan dan kewaspadaan dalam melakukan tapa brata sehingga mendapatkan hadiah dari langit atau tercapai segala hajat dan cita-citanya.
Dan, Taman Sumberawan atau Taman Kasurangganan menjadi salah satu tempat yang diyakini masyarakat sebagai telaga tempat turunnya para bidadari dari surga yang menunggu Jaka Tarub atau para jejaka melakukan ta’aruf untuk mempersuntingnya.
Wisata Sejarah Lainnya :
Wisata Sejarah Lainnya :








Candi Sumberawan ternyata menyimpan banyak kisah
BalasHapus