Ayo dolen rek ke Sumber Polaman, Lawang, Malang - Sumber Polaman adalah sebuah mata air yang berada di pinggir jalan Indrakila, dusun Polaman, desa Kalirejo, kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Mata airnya berasal dari Gunung Arjuno. Debit airnya hampir tidak pernah berkurang sepanjang masa sehingga PDAM Kabupaten Malang dan warga sekitar memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan airnya.
![]() |
Sumber Polaman, Lawang, Malang |
Mata air Polaman sudah ada sejak jaman dulu dimana ditempat ini terdapat jejak-jejak sejarah masa kerajaan Kediri, Singosari dan Majapahit. Pada masa penjajahan Belanda, Sumber Polaman pun sudah digunakan untuk keperluan mereka. Salah satu warisan Belanda di Polaman adalah bangunan tandon air yang masih berdiri kokoh hingga sekarang.
Sekarang, Sumber Polaman, tidak hanya digunakan sebagai sumber air bagi warga saja, namun sudah mulai dikemas menjadi satu objek wisata dengan banyak potensi. Terdapat beberapa kekayaan alam yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan seperti sumber air yang jernih, kolam-kolam berisi ikan, hutan lindung dengan aneka satwanya serta nilai-nilai sejarah dan budaya yang melingkupinya.
![]() |
Pintu Gerbang Sumber Polaman, Lawang, Malang |
Saat Penulis bersama komunitas pemerhati budaya dan sejarah “Jaya Wisnu Wardhana”, mengunjungi Sumber Polaman, tampak sebuah mobil dan beberapa sepeda motor sudah terparkir di depannya. Di sebelahnya, terlihat beberapa penjual makanan berjejer menawarkan dagangannya.
Kebetulan kami berkunjung pada hari biasa dimana pengunjung tempat ini tidak terlalu ramai sehingga dapat menjelajahi objek wisata sejarah ini dengan leluasa. Pada hari Minggu atau hari libur lainnya, Sumber Polaman banyak dikunjungi wisatawan apalagi pada perayaan 1 Muharam atau pada perayaan agama Hindu.
Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang Sumber Polaman atau lebih dikenal sebagai pemandian Polaman, mari ikuti ulasan berikut ini.
Sumber Polaman
Memasuki objek wisata ini, kita akan disambut oleh pintu gerbang bernuansa kerajaan tempo dulu. Terlihat dua patung Wisnu dalam ukuran kecil berada di kedua sisinya. Saat melangkah ke dalam, kita akan merasakan suasana yang jauh berbeda. Gemercik air, semilir angin yang sejuk dan segar serta pemandangan yang unik seolah membuat kita berada pada masa lalu.
Sumber Polaman terbagi dalam empat halaman yang disekat dengan dinding-dinding pembatas. Pada halaman pertama, dua kolam berisi air yang jernih hingga terlihat bebatuan dan pipa-pipa saluran air di dasarnya berada di kedua sisi jalan. Kupu-kupu yang beterbangan dan ikan warna warni berenang mengelilingi kolam serta tanaman hias dan pepohonan hijau semakin menambah keindahannya.
![]() |
Kolam pemandian di Sumber Polaman |
Satu pemandangan unik dan langka, ketika terlihat beberapa ikan Wader sebesar lengan orang dewasa berwarna hitam legam berenang dengan tenang di sela-sela bebatuan. Seperti ikan-ikan lainnya, seolah mereka merasa aman dari gangguan tangan-tangan jahil yang ingin menangkap lalu memakan dagingnya.
![]() |
Ikan Wader di Pemandian Polaman Lawang |
Satu pemandangan yang jarang kita temukan di tempat lain dimana sebuah kolam berisi ikan di alam terbuka, namun orang-orang tidak berani mengambilnya. Bahkan untuk mengusiknya saja, orang enggan melakukannya.
Ditengah-tengah kolam sebelah kanan, terdapat dua bangunan terbuat dari batu seolah membentuk dua pulau kecil. Bangunan kecil pertama berisi tempat sesajian dan beberapa tanaman di sekelilingnya. Sedangkan bebatuan kedua, terdapat sebuah candi kecil ditengahnya dan dikelilingi serpihan batu alam dan tanaman perdu.
![]() |
Kolam pemandian sisi kanan di Sumber Polaman |
Nuansa Hindu-Budha seperti agama yang dianut leluhur kita pada masa kerajaan-kerajaan dahulu terasa begitu kental menyelimuti kolam ini.
Masih di halaman pertama Sumber Polaman, terlihat penjual jasa mewarnai gambar dan penjual mainan anak-anak dengan sabar menunggu pelanggannya.
![]() |
Halaman kedua area Sumber Polaman Lawang, Malang |
Memasuki halaman kedua Sumber Polaman ini, kita akan melihat sebuah kolam di sisi kiri dan bangunan gazebo dengan bendera diatasnya serta bangunan tandon air yang berada di sisi kanannya. Menurut Aziz, penjaga Sumber Polaman, kolam ketiga ini beserta gazebo disampingnya, sering digunakan oleh para pelaku spiritual untuk membersihkan diri dan melakukan meditasi.
Kemudian, memasuki halaman ketiga sumber air ini, kesan dan aura mistis begitu kental menyelimuti area ini. Dimana dipojok halaman terdapat sebuah kolam kecil persegi empat dengan sebuah patung seorang dewi memegang guci air. Petirtaan Dewi Sri namanya.
![]() |
Arca-arca batu di halaman kedua Sumber Polaman |
Lalu disebelahnya, terdapat beberapa patung dan benda-benda purbakala yang berjajar dengan aneka wujudnya. Terlihat paling menonjol adalah patung seekor katak dengan beberapa koin emas dan patung kura-kura. Keduanya berukuran besar, sementara dibawahnya beberapa patung kecil dan batu-batu kuno berbaris seolah menjadi pengawalnya.
![]() |
Patung kura-kura di halaman kedua Sumber Polaman |
Tidak hanya itu, dipojok kanan halaman ini terdapat patung-patung dan batu-batu kuno berserakan di sela-sela tanaman perdu.
Dan, halaman keempat atau halaman terakhir di Sumber Polaman ini berisi tandon air raksasa peninggalan Belanda berwarna biru, berdiri dengan megahnya. Namun, disisi kirinya, terdapat sebuah anak tangga dihiasi patung wanita yang memikul keranjang, memberi suasana sakral tempat ini.
![]() |
Area Pemujaan dengan patung sepasang ular naga di Sumber Polaman |
Semakin terasa sakral ketika kita berada diatas tandon air warisan Belanda ini. Sebuah area dengan dinding dimana sepasang ular naga raksasa berada diatasnya. Hyang Anantaboga nama ular naga itu.Ditengah area ini, terdapat altar sesaji dan pendupaan seperti yang sering kita temukan pada pura-pura di Bali.
Area ini disebut “Pelinggihan Hyang Sri Maha Wisnu,” seperti terlihat pada tulisan papan kayu yang ditempelkan di sebuah pohon dalam kawasan ini.
Setelah halaman terakhir ini, terdapat awasan hutan lindung dengan pepohonan besar dan tinggi menjulang, lebat dan alami.
Itulah halaman-halaman atau area-area beserta isinya yang terdapat di Sumber Polaman.
Sejarah Sumber Polaman
Asal Nama Polaman
Nama Polaman berasal dari kata ”paulaman”. Jika dieja, menjadi pa-ulam-an dimana kata “ulam” berarti ikan, maka paulaman diartikan sebagai tempat memelihara ikan. Dan, pada kenyataannya, di sumber air ini memang terdapat kolam-kolam berisi ikan warna warni sehingga tepat bila nama paulaman disematkan pada tempat ini.
Kemudian, seiring perjalanan waktu untuk memudahkan pengucapannya kata paulaman berubah menjadi polaman.
Jejak Pengasingan Raja Jayakatwang di Sumber Polaman
Keberadaan Sumber Polaman atau sering disebut sebagai pemandian Polaman ini sudah dikenal sejak masa kerajaan Kediri dahulu. Dimana, setiap raja Kediri yang berkunjung ke wilayah di sebelah timur Gunung Kawi dan Arjuno, selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi mata air ini.
Sosok sejarah pada masa kerajaan Singosari yang pernah berada di Sumber Polaman adalah Jayakatwang, raja muda Gelang-gelang yang berada dalam kekuasaan Singhasari dan masih merupakan saudara sepupu raja Kertanegara. Tidak hanya sepupu, Jayakatwang juga menjadi besan sang Raja.
![]() |
Pemberontakan Jayakatwang (diorama museum Mpu Purwa) |
Namun, Jayakatwang adalah cucu dari Kertajaya, raja Kediri yang dikalahkan oleh Ken Arok sehingga berahirlah era wangsa Sanjaya di Jawa Timur digantikan oleh wangsa Rajasa. Sebenarnya, dendam sebagai keturunan raja besar Kediri memang sudah mulai padam dengan adanya ikatan pernikahan antara Ardaraja, putranya dengan putri Kertanegara.
Namun, kekecewaan Aria Wiraraja, pejabat senior Singhasari yang dimutasi ke Sumenep, terhadap raja Kertanegara, membangkitkan kembali dendam di hati Jayakatwang. Dan, Aria Wiraraja adalah seorang ahli strategi. Maka dengan bantuan bupati Sumenep ini, Jayakatwang mengadakan pemberontakan menggulingkan tahta Kertanegara.
Kala itu, Singhasari dalam keadaan kosong karena Raja Kertanegara mengirimkan pasukan pilihannya untuk melakukan ekspansi dalam perjalanan yang dinamakan ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275 A.D. Paraton, Kidung Panji Wijayakrama, Kidung Harsawijaya dan Negarakretagama menyebut pengiriman tentara Singhasari ke Melayu atau Swarnabhumi ini pada tahun Saka 1197 atau 1275 A.D.
Sehingga istana Singhasari dalam keadaan lemah. Meskipun Ekspedisi ke Melayu ini berhasil dengan gemilang menundukkan raja Malayu, Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa di Dharmasraya yang berpusat di Jambi dan menguasai Selat Malaka. Namun, kekuatan pasukan di istana Singhasari jauh berkurang sehingga akan lebih mudah dimanfaatkan oleh musuh yang menyerang tiba-tiba.
Hal ini, sudah dirasakan oleh Mpu Raganatha yang kemudian mengingatkan raja Kertanegara akan adanya kemungkinan pemberontakan Jayakatwang. Namun, sang raja bersikukuh jika besannya itu tidak akan memberontak. Bahkan, Mpu Raganatha dilengserkan dari jabatannya sebagai mahapatih digantikan dengan Mahisa Anengah Panji Angragani.
Dan, akhirnya, Jayakatwang memberontak dan berhasil menggulingkan tahta Kertanegara lalu kembali menjadi raja Kediri.
![]() |
Raden Wijaya mengalahkan Jayakatwang (diorama museum Mpu Purwa) |
Namun, Jayakatwang tidak begitu lama memerintah Kediri, karena Raden Wijaya, putera Dyah Lembu Tal dan menantu Raja Kertanegara, dengan bantuan Aria Wiraraja dan memanfaatkan kedatangan pasukan Tartar yang akan menyerang Singosari.
Raden Wijaya mampu mengalahkan Raja Jayakatwang lalu mengasingkannya di Sumber Polaman ini. Kisah kekalahan Jayakatwang tercatat dalam kitab Pararaton dan kidung Harsyawijaya.
Selama dalam pengasingannya, Jayakatwang sering melakukan meditasi di sebuah goa yang berada tidak jauh dari Sumber Polaman yang disebut Goa Mlaten. Dan, di Sumber Polaman ini, Jayakatwang sempat membuat karya sastra yang berjudul ‘Wukir Polaman,’ yang menceritakan perjalanan hidupnya saat diasingkan oleh Raden Wijaya.
Polaman Pada Masa Kerajaan Majapahit
Dalam kitab Negarakretagama pupuh XVII hingga LX, diuraikan tentang perjalanan keliling rombongan Raja Hayam Wuruk dari Majapahit sampai ke Lumajang.
Nagarakretagama Pupuh XVII Bait 5 – 7.
“Tiap bulan sehabis musim hujan beliau biasa pesiar keliling Desa Sima di sebelah selatan Jalagiri, di sebelah timur pura. Ramai tak ada hentinya selama pertemuan dan upacara prasetyan. Girang melancong mengunjungi wewe Pikatan setempat dengan candi lima.
Atau pergilah beliau bersembah bakti ke hadapan Hyang Acalapati. Biasanya terus menuju Blitar timur mengunjungi gunung-gunung permai. Di Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu dan Lingga hingga desa Bangin. Jika sampai di Jenggala, singgah di Surabaya, terus menuju Buwun.”
Tahun Saka seekor naga menelan bulan (1281) di Badarapada bulan tambah. Sri Nata pesiar keliling seluruh negara menuju kota Lumajang. Naik kereta diiringi semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi. Menteri, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta.”
Pada Pupuh XVII Bait keenam kitab Negarakretagama, jelas disebutkan nama Polaman sebagai salah satu tempat yang dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk. Dimana pada masa itu, Polaman berada dalam wilayah Daha.
Polaman Pada Masa Penjajahan Belanda
Kemudian pada masa penjajahan Belanda, Sumber Polaman juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan airnya dengan membangun tandon pada tahun 1900. Kemudian pada tahun 1925, Belanda membangun sebuah tandon air lagi di Sumber Mlaten yang letaknya berdekatan dengan Sumber Polaman.
Hingga sekarang, kedua tandon air yang dibangun oleh pemerintah Belanda tersebut masih bertahan dan dimanfaatkan oleh PDAM Kabupaten Malang atau masyarakat setempat untuk menyalurkan air ke rumah warga.
Kemudian beberapa bangunan baru dibangun pada saat pemerintah menyelenggaraan program ABRI Masuk Desa (AMD), lalu dilanjutkan oleh PDAM Kabupaten Malang.
Mitos Sumber Polaman
Bagi masyarakat Desa Kalirejo khususnya Dusun Sumber Polaman, yang lebih mengedepankan rasa dibandingkan rasio, larangan dan pantangan yang terdapat pada sebuah mitos dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi.
Sebagai sumber air yang harus dijaga dan dilindungi, Sumber Polaman memiliki banyak mitos dan kisah mistis seperti berikut ini.
Mitos Ikan Wader Sumber Polaman
Sumber Polaman memiliki dua kolam yang berisi beberapa jenis ikan dan memang merupakan tempat untuk memelihara ikan. Dari beberapa jenis ikan yang ada di mata air ini, ada satu jenis ikan yang dianggap sakral yaitu ikan ’wader’ sejenis hemipiraclodus borneensia.
Mitos yang berkembang di masyarakat, ikan wader ini tidak boleh ditangkap apalagi sampai digoreng lalu dimakan. Barangsiapa melanggar pantangan ini maka akan mendapatkan mala petaka. Sehingga, sebaiknya dikembalikan ke tempat semula lalu meminta maaf kepada penunggu mata air ini.
Konon, ikan wader ini merupakan hewan peliharaan Mbah Jayadursa, seorang tokoh yang menjadi cikal bakal dukuh Polaman. Sehingga beliau akan marah apabila ikan kesayangannya diambil atau bahkan dimakan orang meskipun sosok ini sudah meninggal.
Mitos Kelanggengan Asmara
Mitos lainnya menyatakan, apabila ada sepasang kekasih berpacaran di tempat ini, maka keinginannya untuk menikah akan segera tercapai.
Mitos Tiga Dayang Cantik di Sumber Polaman
Menurut cerita yang dikisahkan turun temurun, yang menjadi penjaga gaib sumber Polaman ini adalah tiga dayang cantik yang muncul setiap malam selepas pukul 12 malam. Konon, beberapa orang yang sedang melakukan semedi sempat ditemui atau sekedar menunjukkan sosok wujudnya.
Tiga orang dayang cantik jelita yang menguasai mata air ini bernama Sekartaji, Hendrosari, dan Siti Muninggar.
Adat dan Budaya Di Polaman
Meskipun jaman sudah berubah menjadi semakin maju dan pola fikir masyarakat sudah lebih mengandalkan rasio, namun masyarakat Polaman hingga saat ini masih tetap melestarikan adat dan budaya warisan leluhurnya.
![]() |
Pertunjukan seni tari di Sumber Polaman |
Ada beberapa ritual adat dan budaya yang secara rutin diselenggarakan di Desa Polaman ini antara lain adalah :
Barikan
Barikan merupakan tradisi yang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat atau berkah yang telah diterima dari sang Kuasa. Barikan sendiri berasal dari bahasa Arab baro’ah yang berarti berkah.
Barikan adalah aktivitas sosial budaya dimana masyarakat makan bersama yang dilakukan di tempat terbuka, biasanya di halaman atau tempat-tempat tertentu yang disakralkan dalam suatu masyarakat. Dalam acara Barikan pada umumnya tumpeng dibagi dalam wadah daun pisang lalu dimakan bersama-sama.
Selain sebagai ungkapan rasa syukur tradisi barikan merupakan alat untuk memperkuat solidaritas diantara warga setempat.
Bersih Desa
Pada bulan September diadakan tradisi bersih desa, suatu ritual desa untuk mengenang dan menghormati arwah leluhur desa sebagai pendiri desa. Upacara adat ini dilakukan secara gotong royong untuk membersihkan desa.
Selamatan Hajat
Pada malam-malam tertentu, di tempat sumber air banyak digunakan orang untuk bersemedi atau melakukan ritual tertentu dengan maksud tertentu (lelaku) sambil memberi makan ikan yang hidup di mata air dan menyediakan sarana sesaji yang berisi daun sirih dan biji pinang (bumbu kinang).
![]() |
Seni Budaya di Sumber Polaman, Lawang, Malang |
Apabila keinginannya terkabulkan, ia akan kembali dan menggelar kenduri untuk makan bersama warga sekitar (Wurianto, 2009).
Referensi :
- Nagarakretagama, Slamet Mulyana
- https://situsbudaya.id/sejarah-pemandian-sumber-polaman-malang/
0 komentar:
Posting Komentar