Tradisi Megengan dan Kue Apem

Tradisi Megengan dan Kue Apem – Menjelang bulan Ramadhan atau bulan puasa seperti saat ini, masih banyak ditemukan kue Apem dalam tradisi “Megengan”, terutama di wilayah pedesaan. Tapi, juga masih dapat ditemukan di perkotaan dimana warganya masih memelihara tradisi warisan leluhur.

kue apem; kue apem jawa; kue apem selong; kue apem panggang; kue apem kukus; kue apem gula merah; kue apem putih; kue apem beras; kue apem nasi; tradisi megengan; megengan
Tradisi "Megengan" dan Kue Apem
Gambar : info magetan

Di desa, hampir setiap rumah membuat kue Apem ini. Kemudian, kue Apem bersama pelengkapnya dibagi-bagikan kepada para tetangga. Meskipun dirumahnya sudah membuat Apem, namun kiriman dari tetangga tidak boleh ditolak. Selain itu, menjelang puasa, banyak tetangga yang mengundang selametan kecil-kecilan. Dan, masing-masing undangan mendapatkan “berkat” yang juga berisi kue Apem. Sehingga kue Apem menumpuk di meja makan.

Saat pertama kali tinggal di desa, Penulis yang telah puluhan tahun meninggalkan pulau Jawa, merasa bingung dengan fenomena kue Apem ini. Saking banyaknya kiriman dari tetangga, membuat selera untuk makan kue ini jadi berkurang. Namun, lama kelamaan menjadi terbiasa. Dan, semakin tertarik dengan tradisi leluhur yang memiliki makna tersirat di dalamnya ini.

Asal Nama Apem

Kue ini berasal dari negara India dengan nama Appam. Merupakan penganan tradisional yang dibuat dari tepung beras yang didiamkan semalam dengan mencampurkan telur, santan, gula dan tape, serta sedikit garam kemudian dibakar atau dikukus. Kue Appam ini bentuknya seperti Serabi namun lebih tebal.

kue apem; kue apem jawa; kue apem selong; kue apem panggang; kue apem kukus; kue apem gula merah; kue apem putih; kue apem beras; kue apem nasi; tradisi megengan; megengan
Kue Apem  (Resep Masakan)

Pada masa peralihan agama di Jawa dari Hindu ke Islam, dalam rangka penyebaran agama, Sunan Kalijaga memasukkan unsur-unsur Islam ke dalam tradisi masyarakat Jawa yang kala itu masih beragama Hindu. Salah satunya melalui kue ini.

kue apem; kue apem jawa; kue apem selong; kue apem panggang; kue apem kukus; kue apem gula merah; kue apem putih; kue apem beras; kue apem nasi; tradisi megengan; megengan
Kue Apem (Jatim Tribunnews)

Kue ini dijadikan sebagai sarana untuk memohon maaf kepada tetangga atau sanak kerabat apabila membuat kesalahan atau menyakiti hatinya baik sengaja maupun tidak sengaja dengan mengirimkan kue ini. Sehingga, istilah apem sebenarnya berasal dari bahasa Arab yaitu “afuan” atau “afuwwun” yang berarti ampun. Lalu, orang Jawa menyederhanakannya menjadi “apem”. 

Kue Apem dan Tradisi Megengan

Sesuai dengan makna yang tersirat dalam kue Apem, masyarakat Jawa selalu menyertakan kue ini dalam setiap hajatan, kenduri atau selametan. Tujuannya untuk meminta maaf apabila ada kesalahan tuan rumah dalam menghormati dan melayani tamu-tamu undangannya.

Nah, apalagi menjelang menjalankan ibadah puasa. Karena selama setahun lamanya kita berkumpul dan bergaul dengan tetangga dan lingkungannya, tanpa kita sadari, kita telah berbuat kesalahan  atau menyakiti perasaan orang lain. 

kue apem; kue apem jawa; kue apem selong; kue apem panggang; kue apem kukus; kue apem gula merah; kue apem putih; kue apem beras; kue apem nasi; tradisi megengan; megengan

Sehingga menjelang bulan puasa, masyarakat Jawa berusaha memohon maaf dan ampunan kepada tetangga dan kerabat atas kesalahan yang pernah dilakukan dengan mengadaan tradisi “Megengan” dimana didalamnya terdapat kue Apem sebagai simbol permohonan maaf.

kue apem; kue apem jawa; kue apem selong; kue apem panggang; kue apem kukus; kue apem gula merah; kue apem putih; kue apem beras; kue apem nasi; tradisi megengan; megengan

Tradisi “Megengan” berasal dari bahasa Jawa “megeng” yang berarti menahan diri atau menahan makan dan minum serta hawa nafsu dalam menjalankan ibadah puasa. Tentunya, ibadah puasa akan terasa nyaman dan tenang apabila kesalahan-kesalahan kita terhadap tetangga sekitar telah dimaafkan.

Legenda Berkaitan Dengan Kue Apem

Pada masa penyebaran agama Islam di Jawa,  Sunan Kalijaga memiliki seorang murid yang dijuluki sebagai Sunan Geseng atau Ki Ageng Gribig. Ketika baru pulang dari ibadah haji, Ki Ageng Gribig melihat penduduk Desa Jatinom, Klaten, sedang kelaparan. 

kue apem; kue apem jawa; kue apem selong; kue apem panggang; kue apem kukus; kue apem gula merah; kue apem putih; kue apem beras; kue apem nasi; tradisi megengan; megengan



Beliau lalu membuat kue apem kemudian dibagikan kepada penduduk yang kelaparan sambil mengajak mereka mengucapkan lafal dzikir “Ya Qowiyyu” atau Allah Maha Kuat. Meskipun kue apem bikinannya hanya sedikit, namun sebanyak apa pun penduduk yang mengambilnya, kue Apem itu masih ada. Dan, para penduduk itu pun menjadi kenyang. 

Legenda inilah, yang menjadi pendorong penduduk setempat untuk terus melestarikan dan menghidupkan tradisi “Ya Qowiyyu” setiap bulan Safar.

Kue Apem Sebagai Sarana Bersyukur

Pada tradisi “Megengan”, kue apem dibuat untuk dibawa ke surau, musala atau masjid. Lalu, setelah berdoa bersama, kue apem dibagi kepada para tetangga atau mereka yang kurang beruntung. Sehingga bisa dikatakan, kue ini juga sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap rezeki yang sudah kita dapatkan. 

kue apem; kue apem jawa; kue apem selong; kue apem panggang; kue apem kukus; kue apem gula merah; kue apem putih; kue apem beras; kue apem nasi; tradisi megengan; megengan


Kue Apem juga sebagai simbol rasa bersyukur ketika prosesi Tingalan Dalem Jumenengan ke-24 Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam memimpin Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada 2012. 

Sementara di Cirebon, kue Apem dimaknai sebagai kue kebersamaan. Dimana, dalam masyarakat Cirebon, kue ini dibuat ketika bulan Safar atau bulan ke-2 dalam kalender Hijriyah guna dibagikan kepada para tetangga secara gratis sehingga semua masyarakat dapat sama-sama merasakannya.

Makna Filosofis Kue Apem

kue apem; kue apem jawa; kue apem selong; kue apem panggang; kue apem kukus; kue apem gula merah; kue apem putih; kue apem beras; kue apem nasi; tradisi megengan; megengan


Ternyata, kue Apem bukanlah sekadar kue yang hanya untuk dimakan saja. Melainkan, terdapat makna filosofisnya yang terkandung di dalamnya.
  1. Kue apem ini merupakan simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dari pengertian kata apem itu sendiri .
  2. Nilai syukur. Karena itu mempunyai kesadaran akan kewajibannya dalam melakukan pengabdian dan selalu bersyukur kepada-Nya. Syukur atas segala karunia yang diberikan Tuhan setiap waktu. Dengan kue apem ini dijadikan sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap rezeki yang sudah kita dapatkan. Karena itu, dalam setiap acara selamatan atau kenduri selalu disertakan apem di dalamnya.
  3. Nilai Kepedulian Sosial. Dalam masyarakat Jawa memiliki jiwa kepedulian sosial yang sangat tinggi. Sesuai dengan sila ke-2 dari Pancasila, yang berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab. Menunjukkan bahwa masyarakat saling membantu dengan sarana berbagi kue apem tersebut. 

Penutup

Sahabat dolenners, itulah ulasan tentang Kue Apem dalam tradisi “Megengan” yang rutin dijalankan oleh masyarakat Jawa setiap menjelang bulan puasa. Satu tradisi yang mengandung nilai-nilai luhur kemanusiaan. Dimana kita dapat memohon maaf, bersyukur dan berbagi dengan sesama melalui kue Apem ini.

Nah, tunggu apalagi? Mari kita buat kue Apem bersama-sama..

Artikel Lainnya :


Kopi Kawa Daun, Tradisi Masyarakat Sumbar Sejak Jaman Kolonial Belanda

Kopi Kawa Daun, Tradisi Masyarakat Sumbar Sejak Jaman Kolonial Belanda – Pada Festival Pesona Budaya Minangkabau yang berlangsung sejak tanggal 28 November hingga 2 Desember 2018, ada satu pemandangan yang unik dan menarik. Dimana ribuan orang berbaris untuk mendapatkan cangkir kopi yang diolah dari daun kopi, sebuah tradisi masyarakat Sumbar yang sudah ada sejak jaman kolonial Belanda.

Kopi Kawa Daun, Tradisi Masyarakat Sumbar Sejak Jaman Kolonial Belanda
Kopi Kawa Daun, Tradisi Masyarakat Sumbar Sejak Jaman Kolonial Belanda
Gambar : gagauan scouter
Baca Juga : Studi Banding Disbudpar Banjarmasin Ke Istana Pagaruyung, Sumbar

Pada Festival Minangkabau ini, terdapat sekitar 4.000 penduduk setempat dan pengunjung yang menghirup kopi Kawa Daun di Batusangkar, Sumatera Barat.

Kopi Kawa Daun adalah minuman kuno yang mengolah daun tanaman kopi lalu di ekstrak menjadi minuman. Berawal, pada masa colonial Belanda dulu, dimana hanya beberapa orang penduduk saja yang mampu membeli kopi sebenarnya karena harganya yang mahal.

Bagi sebagian besar penduduk lainnya, Kopi dianggap sebagai komoditas dan minuman yang mewah sehingga mereka tidak mampu membelinya. Maka, mereka mengolah daun-daun kopi yang sudah tidak digunakan menjadi satu minuman pengganti kopi asli. Penyajiannya pun cukup unik dengan menggunakan batok kelapa.

Daun-daun Kopi diolah menjadi Kopi Kawa Daun
Daun-daun Kopi diolah menjadi Kopi Kawa Daun
Gambar : Kompas Regional

Sekarang, Kopi Kawa Daun, hanyalah sebuah tradisi yang tetap dilestarikan oleh masyarakat Sumatera Barat untuk mengenang masa pahit jaman penjajahan dulu.

Pada festival seni dan budaya Minangkabau di Batusangkar, Sumatra Barat, tradisi ini ditampilkan kembali dengan menyediakan sebanyak 4.000 cangkir kopi sehingga menjadi rekor lokal baru dalam budaya minum Kopi Kawa Daun.

Sajian Kopi Kawa Daun
Sajian Kopi Kawa Daun
Gambar : voxpop.id

Sahabat dolenners, itulah ulasan ayodolenrek tentang Kopi Kawa Daun, sebuah tradisi dari sekian banyak budaya masyarakat Sumbar  yang berlangsung sejak jaman Kolonial Belanda dulu.

Tentunya saat ini, kita harus bersyukur dapat menikmati kopi dari olahan bijinya langsung bukan dari daun-daunnya. Meskipun dicampur dengan jagung atau beras ketan, namun rasa kopinya tetap dominan. Apalagi jika kopi original seperti di Toko Kopi Koopen, Klojen, Malang, pasti akan lebih mantap rasa kopinya.

Nah, tunggu apalagi? Jika Anda sedang berada di Padang, Sumatera Barat, jangan lewatkan untuk menccipi Kopi Kawa Daun dalam Festival Seni dan Budaya masyarakat Minangkabau yang berlangsung mulai tanggal 28 November hingga 2 Desember 2018.

Tradisi Ngulapin : Cara Orang Bali Mengantarkan Roh Gentayangan

Tradisi Ngulapin : Cara Orang Bali Mengantarkan Roh Gentayangan – Ketika seseorang meninggal dengan cara yang tidak wajar seperti kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri dan lain-lainnya, maka roh atau arwahnya masih tertinggal di tempat kejadian. Inilah yang disebut roh gentayangan. Kehadirannya akan memberikan aura negatip dan berusaha mengganggu manusia di sekitarnya.

Tradisi Ngulapin merupakan tradisi masyarakat Hindu Bali untuk mengantarkan roh agar pulang kembali asalnya dan tidak bergentayangan di lokasi dimana ia meninggal.

Tradisi Ngulapin : Cara Orang Bali Mengantarkan Roh Gentayangan
Tradisi Ngulapin : Cara Orang Bali Mengantarkan Roh Gentayangan
Gambar : Tribun News

Kata “Ngulapin” berasal dari bahasa Jawa Kuno dan Bali yakni  “ulap” yang berarti silau atau menyilaukan. Dapat diartikan mengembalikan roh penasaran kepada cahaya menyilaukan yang menjadi pintu menuju alam arwah, tempat semestinya roh-roh itu berada. Atau bisa juga diartikan sebagai penghalau energi negatif yang datang.

Ketika terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa seseorang, maka rohnya akan tetap berada di lokasi kejadian. Biasanya, mereka berusaha mencari teman dengan cara mengganggu pengguna jalan yang melewati tempatnya berada.

Tradisi Ngulapin ini bertujuan untuk memanggil roh penasaran tersebut lalu mengantarnya pulang ke alamnya.

Menurut Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Acharya Nanda, Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, mengatakan, “Upacara Ngulapin merupakan upacara pra Pitra Yadnya (upacara untuk para leluhur) yang bertujuan agar roh yang telah meninggal tidak bergentayangan.” 

Kemudian, setelah dilakukan ritual Ngulapin, keluarga masih tetap harus menyelesaikan rangkaian upacara Pitra Yadnya selanjutnya seperti Ngaben.

“Tetap harus diaben atau dikremasi, Ngulapin hanya menuntun Sang Atman (roh) yang tertinggal di lokasi, untuk diajak pulang. Selanjutnya kembali lagi kepada keluarga, mau langsung di lakukan upacara atau dititipkan dulu di pertiwi,” Lanjutnya.

Agar Ritual Ngulapin berjalan dengan baik, upacara harus dilengkapi dengan banten (sesajen). Diaman banten inilah yang dipercaya dapat membawa roh kembali pulang.

Banten dalam Tradisi Ngulapin
Banten dalam Tradisi Ngulapin
Gambar : Baliexpress Jawapos

Sesajen atau Banten yang disediakan berupa banten Pangresikan atau banten Ayaban Tumpeng Lima. Dimana, pada banten Ayaban Tumpeng Lima terdapat Sanggah Urip yang akan diletakkan di samping jasad saat upacara Ngaben.

Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Acharya Nanda melanjutkan, “dalam upacara Ngaben pasti ada Sanggah Urip yang ditaruh di dekat jenazah. Nah, Sanggah Urip itu fungsinya sebagai tempat istananya Sang Atman (roh) agar tetap berada di dekat jenazah. Agar Sang Atman tidak lepas atau gentayangan.” 

Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar ini pun melanjutkan, “Atman perlu berada di dekat jenazah ketika prosesi pangabenan karena pada saat upacara Pangaskaran atau inisiasi Roh (pelepasan Atman dengan suksma sariranya), Atman harus tetap berada di dekat jenazahnya. Maka itu, sangat penting bagi mereka yang meninggal salah pati, keluarganya melaksanakan ritual Ngulapin.” 

Sahabat dolenners, itulah ulasan ayodolenrek tentang Tradisi Ngulapin yang menjadi cara orang Bali dalam mengantarkan roh gentayangan.

“Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya.”

Dengan mengetahui salah satu tradisi di Pulau Dewata ini, maka akan semakin bertambah perbendaharaan kita tentang berbagai ragam tradisi yang ada di Nusantara tercinta.

Nah, Tunggu apalagi? Ayo dolen rek…

Meriah ! Kirab Budaya Klenteng Eng An Kiong, Malang 2018

Meriah ! Kirab Budaya Klenteng Eng An Kiong, Malang 2018 – Dalam rangka merayakan ulang tahunnya yang ke 193, pada hari Minggu, 21 Okt0ber 2018, yayasan Klenteng Eng An Kion menyelenggarakan kirab ritual dan budaya yang diikuti 28 peserta dari sejumlah kota di Jawa Timur dan dari luar Pulau Jawa. Semua peserta merupakan bagian dari yayasan tempat ibadah Tri Darma.

Sangat Meriah!

Hampir sepanjang Jalan Laksamana Martadinata, Jalan Gatot Subroto Perempatan Klojen hingga kawasan Tugu Balaikota Malang, penuh dengan masyarakat yang ingin menyaksikan kemeriahan acara ini. 

Reog Ponorogo Dalam Kirab Budaya Klenteng Eng An Kiong, Malang 2018
Reog Ponorogo Dalam
Kirab Budaya Klenteng Eng An Kiong, Malang 2018

Start dari Klenteng Eng An Kiong yang berada di Jl Martadinata kemudian bergerak ke Jl Gatot Subroto, melintasi depan Stasiun Malang dan perempatan Klojen, lalu belok kiri ke arah alun-alun Tugu Balikota Malang. Dan, berakhir ditempat semula.

Atraksi Naga Dalam Kirab Budaya Klenteng Eng An Kiong, Malang 2018
Atraksi Leang Leong Dalam 
Kirab Budaya Klenteng Eng An Kiong, Malang 2018

Kirab Budaya ini dilepaskan oleh Walikota Malang, Sutiaji. Menurut Sutiaji, perhelatan kebudayaan dalam rangka peringatan HUT Yayasan Klenteng Eng An Kiong yang ke-193 itu layak diapresiasi. Mengingat keberadaan yayasan ini telah memberi warna bagi sejarah dan kehidupan Kota Malang. 

Dan, kemeriahan berbagai atraksi budaya yang dipertontonkan juga berpeluang menjadi potensi dan tujuan wisata yang diharapkan menjadi agenda wisata tahunan kota Malang.

Barongsay Dalam Kirab Budaya Klenteng Eng An Kiong, Malang 2018
Barongsay Dalam
Kirab Budaya Klenteng Eng An Kiong, Malang 2018

“Keberadaan Klenteng Eng An Kiong dan kebudayaan yang dipertahankan adalah salah satu aset Kota Malang. Oleh sebab itu, sudah seyogyanya masyarakat Kota Malang mengetahui dan mengenal keberadaan klenteng ini.” Kata Walikota Malang.

Dalam kirab budaya klenteng ini, tidak hanya menampilkan budaya dari etnis Tionghoa saja namun juga menyajikan hiburan khas Nusantara yaitu Reog Ponorogo.

Sahabat dolenners, itulah kemeriahan Kirab Budaya Klenteng Eng An Kiong, Malang 2018.

Tunggu apalagi? Ayo dolen rek..

Sumber : Surianto Sugali

Artikel Lainnya :

Ritual Tirta Amerta Sari Di Candi Sumberawan, Singosari Malang 2018

Ritual Tirta Amerta Sari Di Candi Sumberawan, Singosari Malang 2018 – Salah satu budaya adiluhung bangsa Indonesia yang masih dipertahankan hingga sekarang khususnya oleh masyarakat Dusun Sumberawan, Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Malang,  Jawa Timur adalah ritual Tirta Amerta Sari. 

candi sumberawan; candi sumberawan singosari; candi sumberawan bercorak; candi sumberawan malang jawa timur; candi sumberawan malang jawa timur 65153; candi sumberawan jatim; gambar candi sumberawan; mitos candi sumberawan; misteri candi sumberawan; fungsi candi sumberawan, tirta amerta; tirta amerta sari; ritual tirta amerta sari
Ritual Tirta Amerta Sari Di Candi Sumberawan, Singosari Malang 2018

Ritual Tirta Amerta Sari merupakan salah satu rangkaian dari upacara ruwatan bumi sebagai bentuk penghormatan terhadap tirta atau air yang menjadi salah satu komponen utama kehidupan manusia. Secara harfiah, Tirta berarti air, Amerta artinya kehidupan dan Sari adalah inti sehingga secara keseluruhan Tirta Amerta Sari diterjemahkan sebagai inti air kehidupan atau air sebagai inti kehidupan manusia.

Pada hari Sabtu, 6 Oktober 2018, Upacara Tirta Amerta Sari dilaksanakan di Candi Sumberawan dimana terdapat sumber mata air yang dialirkan ke rumah-rumah warga sehingga dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat yang berada di Desa Toyomarto dan sekitarnya.

candi sumberawan; candi sumberawan singosari; candi sumberawan bercorak; candi sumberawan malang jawa timur; candi sumberawan malang jawa timur 65153; candi sumberawan jatim; gambar candi sumberawan; mitos candi sumberawan; misteri candi sumberawan; fungsi candi sumberawan, tirta amerta; tirta amerta sari; ritual tirta amerta sari

Mulai pukul 09.00 WIB acara dimulai. Rombongan ibu-ibu bersama anak-anak yang membawa beraneka makanan lalu duduk berkumpul disela sela pohon-pohon pinus yang berjajar sepanjang sisi luar Candi Sumberawan. Panitia telah menyiapkan alas-alas sebagai tempat duduknya. 

candi sumberawan; candi sumberawan singosari; candi sumberawan bercorak; candi sumberawan malang jawa timur; candi sumberawan malang jawa timur 65153; candi sumberawan jatim; gambar candi sumberawan; mitos candi sumberawan; misteri candi sumberawan; fungsi candi sumberawan, tirta amerta; tirta amerta sari; ritual tirta amerta sari
Tokoh masyarakat Dusun Sumberawan, Toyomarto, Singosari
Sementara para bapak, dengan mengenakan pakaian adat Singosaren yaitu pakaian hitam lengkap dengan udengnya, juga bersiap-siap melaksanakan ritual Tirta Amerta Sari di dalam kompleks Candi Sumberawan.

Hampir di setiap sudut objek wisata sejarah Singosari ini dipenuhi pengunjung yang ingin menyaksikan acara syukuran, bakti dan penghormatan terhadap air yang menjadi salah satu unsur utama alam semesta ini.

candi sumberawan; candi sumberawan singosari; candi sumberawan bercorak; candi sumberawan malang jawa timur; candi sumberawan malang jawa timur 65153; candi sumberawan jatim; gambar candi sumberawan; mitos candi sumberawan; misteri candi sumberawan; fungsi candi sumberawan, tirta amerta; tirta amerta sari; ritual tirta amerta sari
Persiapan acara ritual Tirta Amerta Sari

Acara  ini merupakan rangkaian ritual bersih desa yang dilaksanakan sebelumnya dan menjadi agenda rutin tahunan. Dari setiap dusun yang menggunakan sumber mata air Sumberawan  secara bergiliran mengadakan selamatan ditempat ini, diawali dusun Ngujung dan dusun-dusun lainnya. Terakhir adalah dusun Sumberawan yang mengadakan upacara Tirta Amerta Sari di dalam komplesk candi.

Dipimpin oleh Kepala Desa Toyomarto bersama muspika dan tokoh masyarakat, upacara ini berlangsung khidmat dan lancar.

candi sumberawan; candi sumberawan singosari; candi sumberawan bercorak; candi sumberawan malang jawa timur; candi sumberawan malang jawa timur 65153; candi sumberawan jatim; gambar candi sumberawan; mitos candi sumberawan; misteri candi sumberawan; fungsi candi sumberawan, tirta amerta; tirta amerta sari; ritual tirta amerta sari
Prosesi Pengisian Kendi dengan air dari sumber

Prosesi ritual diawali dengan pengambilan air di sumber Sumberawan menggunakan kendi-kendi yang masing-masing dibawa oleh seorang wanita cantik dan dipimpin oleh Kepala Desa. Dan, Pak Nuryadi, Juru kunci Sumberawan yang bertugas mengisi kendi-kendi itu dengan air dari sumber.

candi sumberawan; candi sumberawan singosari; candi sumberawan bercorak; candi sumberawan malang jawa timur; candi sumberawan malang jawa timur 65153; candi sumberawan jatim; gambar candi sumberawan; mitos candi sumberawan; misteri candi sumberawan; fungsi candi sumberawan, tirta amerta; tirta amerta sari; ritual tirta amerta sari
Kepala Desa Toyomarto memimpin prosesi pengisian kendi

Setelah kendi-kendi terisi, lalu dibawa ke pelataran Candi Sumberawan. Terhitung ada beberapa kendi yang mewakili daerah tersebut.  Setelah dilakukan pembacaan doa bersama, acara ritual Tirta Amerta Sari diakhiri dengan makan bersama.

candi sumberawan; candi sumberawan singosari; candi sumberawan bercorak; candi sumberawan malang jawa timur; candi sumberawan malang jawa timur 65153; candi sumberawan jatim; gambar candi sumberawan; mitos candi sumberawan; misteri candi sumberawan; fungsi candi sumberawan, tirta amerta; tirta amerta sari; ritual tirta amerta sari
Makan bersama pada Ritual Tirta Amerta Sari Di Candi Sumberawan
, Singosari Malang 2018

Ada tiga rangkaian kegiatan yang dilakukan di Dusun Sumberawan pada tahun 2018 ini yaitu Lomba tarik tambang pada hari Jum’at, upacara Tirta Amerta sari di hari Sabtu dan ditutup dengan karnaval pada hari Minggu.

Berikut ini adalah cuplikan video upacara Tirta Amerta Sari di Candi Sumberawan, Singosari, Malang.



Sumberawan merupakan sumber mata air yang sangat melimpah dan membawa berkah bagi masyarakat sekitarnya, maka ruwatan bumi dan ritual Tirta Amerta Sari ini merupakan wujud syukur masyarakat atas karunia air kehidupan ini.

Harapan kedepannya, acara-acara budaya seperti ini akan tetap lestari dan tidak hilang tergerus perkembangan jaman yang semakin modern serta dapat menjadi agenda wisata Kecamatan Singosari, Malang.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan jasa para pahlawan dan leluhurnya.” Bung Karno.


Tradisi Bersih Desa Dan Hubungannya Dengan Tragedi Lombok Dan Palu

Tradisi Bersih Desa Dan Hubungannya Dengan Tragedi Lombok Dan Palu  – Pada akhir acara Festival Kampung Cempluk Malang 2018, satu prosesi yang menarik perhatian adalah acara Bersih Desa. Satu Tradisi yang telah turun temurun dijalankan oleh warga desa Kalisongo, Dau, Malang.

Suasana Bersih Desa di Kampung Cempluk Festival
Suasana Bersih Desa di Kampung Cempluk Festival
Gambar : Malangvoice
Rasa ketertarikan saya untuk mengikuti upacara tradisional desa itu sangat besar sekali. Orang menyebut acara-yang diadakan tiap tahun sekali-itu "bersih desa".  Biarpun secara kultural saya sudah tercabut dari desa sejak kelas satu SMP, saya ingat di kampung saya acara itu tak ada.

Dengan membaca buku-buku antropologi, ternyata banyak jasanya dalam menyambungkan kembali saya dengan akar kebudayaan desa yang terputus itu. Dan saya kira Ben Anderson dan Geertz, yang mengembalikan saya menjadi orang Jawa yang agak tahu tentang kebudayaan Jawa. 

Dusun Sumberjo, Kalisongo, Dau, Malang
Dusun Sumberjo, Kalisongo, Dau, Malang
Gambar : Kampung Cempluk

Pada acara ini, banyak tamu-tamu dari luar desa yang hadir, mulai dari tokoh masyarakat, sejumlah aktivis LSM, para seniman, juga dosen-dosen, dan sejumlah wartawan. Saya pun hadir sebagai orang asing. Hidangan yang disajikan untuk kami pun khas desa : gethuk (dari singkong) dan ubi goreng. Keduanya masih hangat termasuk teh manisnya. 

Sambil menikmati gethuk saya mengamati kegiatan para warga desa, terutama perempuan yang berdatangan membawa sesajen lalu ditaruh dibawah pohon besar itu. Sesajen itu  terdiri dari nasi tumpeng dan nasi biasa, dengan aneka macam lauk-pauk. Ada pula sambal kerecek dan ayam goreng. 

Di Kampung saya, ayam goreng macam itu dulu hanya bisa ditemui setahun sekali tiap ada hajatan penting.

Di bawah pohon itu sesajen berderet makin panjang dan makin bervariasi. 

Ketika itu, terlihat para pamong desa sudah duduk bersila di atas panggung yang dibangun dengan atap tenda dibawah pohon besar yang tampak berwibawa dan memancarkan pesona magis. Dan, acara pun segera dimulai.

Di pohon besar itu-menurut kepercayaan setempat – bersemayam danyang, pepunden, atau leluhur, atau roh penjag a desa. Dialah yang pada siang itu, dan malam nanti, ketika pertunjukan wayang kulit berlangsung, yang menjadi pusat perhatian seluruh penduduk desa.

Tradisi Bersih Desa Kare
Arak-arakan Bersih Desa Kare
Gambar : pesona kare

Para antropolog memandang peristiwa itu sebagai momentum simbolik. Tetapi, bagi para pelakunya, peristiwa kebudayaan itu konkret. Dalam wawasan dan kesadaran kosmologi mereka, sesajen itu adalah bentuk persembahan konkret. 

Makanan itu secara wadag memang dibawa pulang kembali dan menjadi berkah bagi semua anggota keluarga, atau siapa saja yang turut makan.Tetapi para pepunden atau danyang sudah menikmati intisarinya.

Bagi para pelakunya, berkah itu pun bukan cuma artikulasi simbolik tetapi nyata. Mereka percaya setelah melakukan sesajen, hidup lebih tenteram dan lebih secure. Sebaliknya, bila upacara tak diadakan maka gangguan-gangguan bisa muncul dan membikin hidup kehilangan unsur security-nya.

Peneliti asing tanpa keraguan sedikit pun menyebut peristiwa macam ini sebagai ekspresi keagamaan orang Jawa. Memang dalam kacamata antropologi, ini bagian system religi atau kepercayaan. Saya kira, lebih tepat jangan diterjemahkan menjadi agama. Ia bagian dari wujud kesadaran kosmologi yang jauh beda dibanding agama (tiga agama besar yang diturunkan Tuhan lewat malaikat untuk para nabi dan pengikut mereka, dan bagi manusia pada umumnya).

Dalam kesadaran kosmologi orang Jawa, lelembut, danyang, dan makhluk halus dianggap sesuatu yang "nyata". Mereka ada disekitar kita. Mereka pun dianggap perlu "ruang"  atau "akomodasi" dan hidup berdampingan dengan kita. 

Agar mereka  tak mengganggu kita ,maka diperlukan sejenis "traktat". Dan wujud "traktat" itu tampak dalam tradisi "bersih desa" tadi. Ini wacana kebudayaan yang hidup dan berkembang  di desa. Bahkan mungkin otomatis menjadi salah satu elemen "roh" desa. Dia bagian dari kajian antropologi yang memikat.

Apa fungsi "bersih desa" sebagai "traktat" yang meliputi hidup warga desa-orang, manusia-dengan "lelembut" atau "danyang" tadi?


Saya kira fungsinya untuk mewujudkan harmoni, rukun, dan guyub antar tiap  unsur di dalam power relations kedua belah pihak. Untuk apa? Jelas untuk mewujudkan gagasan"koeksistensi" damai antara semua aktor yang terlibat."Koeksistensi" damai itu akan bertahan bila tiap pihak sadar bahwa mereka harus berbagi ruang "budaya" secara adil dan manusiawi.

Keadilan dalam pembagian ruang "budaya" itu menjadi peneguh kohesi social agar konflik tak terjadi. Sekali lagi cita-cita untuk harmoni, guyub, dan rukun tadi dengan begitu lalu terwujud. Si danyang tidak usil, tidak mengganggu, dan si manusia tak menyimpang dari keteraturan kosmologis yang namanya "tradisi bersih desa" tadi.

Tradisi Bersih Desa Dan Tragedi Lombok, Palu

Dalam kacamata Antropologi Jawa, apa yang terjadi di Lombok dan Palu merupakan bentuk ketidak-harmonisan hubungan antara manusia dan alam semesta sehingga perlu diadakan upacara “bersih desa” atau “bersih kota” untuk menyelaraskan kembali hubungan antara sesama mahluk Tuhan.

Tragedi Donggala, Palu
Tragedi Donggala, Palu
Gambar : Tempo.co

Meskipun wilayah Indonesia merupakan daerah “cincin api” yang terbentuk dari pecahan lempengan-lempengan bumi, yang rawan akan terjadinya gempa dan tsunami. Jika manusianya mampu menjalin hubungan dengan alam semesta lalu membuat “traktat” kedamaian, niscaya bencana alam tidak akan terjadi.

Dan menurut orang Jawa, terdapat manusia-manusia pilihan yang bertugas menjaga keseimbangan antara manusia dan alam semesta yang disebut sebagai “Paku Bumi.” Bahkan gelar-gelar raja di Jawa juga menggunakan nama-nama itu seperti Hamengku Buono, Mangku Bumi, Paku Buono dan lain-lain.

Hal ini menunjukkan apabila sebagai seorang Raja, tidak hanya menjadi pemimpin rakyatnya saja melainkan juga sebagai penjaga keseimbangan alam semesta termasuk mahluk gaib di dalamnya.

Penutup

Demikian ulasan ayodolenrek tentang tradisi “bersih desa” dan hubungannya dengan musibah bencana alam yang terjadi di Lombok dan Palu.

Satu pemikiran yang liar dari seorang pendamba keseimbangan. Sehingga jika anda memiliki pendapat sendiri baik yang setuju maupun berbeda pemikiran, silahkan tuliskan di kolom komentar dibawah ini.

Semoga bermanfaat..

Sumber : “Bersih Desa” karya Mohamad Sobary


Festival Kampung Cempluk 2018 : Sederhana Tapi Penuh Pesona

Festival Kampung Cempluk 2018 : Sederhana Tapi Penuh Pesona – Bagi generasi milenial, nama “cempluk” mungkin tidak dikenal. Namun berbeda dengan generasi terdahulu dimana listrik merupakan satu kebutuhan mewah, cempluk adalah alat penerangan yang digunakan hampir di setiap rumah terutama daerah pedesaan. Begitu pula dengan dusun Sumber rejo, desa Kalisongo, kecamatan Dau, Malang.

Sehingga untuk mengenang kembali masa-masa itu, setiap tahun di desa Sumber rejo, diadakan Festival Kampung Cempluk. Tahun 2018 ini merupakan kali yang ke delapan. Acara di buka pada tanggal 23 Sampai 27 September 2018 dimulai sejak pukul 17.00 sore hingga 22.00 WIB.

Rita bersama ibunda di Festival Kampung Cempluk 2018
Rita bersama ibunda di Festival Kampung Cempluk 2018

Tujuan diadakannya festival ini adalah untuk terus mempertahankan budaya dan menjadikannya sebagai benteng dari arus globalisasi sekaligus memberdayakan desa Kalisongo sebagai Kampung Cempluk  tanpa mengubah warna aslinya.

Festival Kampung Cempluk 2018 dibuka dengan pawai budaya dan ditutup dengan acara selamatan bersih desa.

Selain kegiatan budaya dan sastra seperti Pentas Kampung Cempluk, Cempluk Bersastra, Wahana Budaya, Zona Foto dan Permainan Tradisional, yang tak kalah menariknya adalah sajian kuliner khas tempo dulu.

Kuliner tempo dulu di Festival Kampung Cempluk 2018
Kuliner tempo dulu di Festival Kampung Cempluk 2018

Mbothe dan Tebu sundukan di Fastival Kampung Cempluk 2018
Mbothe dan Tebu sundukan di Fastival Kampung Cempluk 2018

Makanan alami yang jauh dari sentuhan modernisasi seperti telo godok, kedele, sate tebu atau tebu sundukan, cenill, lopis, tiwul, gatot dan lain-lainnya tersedia di festival tahunan ini dan semuanya disajikan dalam temaram gubuk desa.

Perut Ayam, Kucur dan Onde-onde di Festival Kampung Cempluk 2018
Perut Ayam, Kucur dan Onde-onde di Festival Kampung Cempluk 2018

Dadar jagung, mendol dan Gudeg di Festival Kampung Cempluk 2018
Dadar jagung, mendol dan Gudeg di Festival Kampung Cempluk 2018

Gulali atau Glali di Festival Kampung Cempluk 2018
Penjual Gulali atau Glali di Festival Kampung Cempluk 2018

Makanan anak-anak tempo dulu juga ada seperti Glalii, permen dari gula hasil olahan sendiri yang di warnai hijau dan merah lalu dibentuk dengan cetakan kayu sehingga menjadi bentuk bunga, burung, dan lain-lain. 

Sangat unik dan menarik.

Demi mengenang masa-masa dimana tradisi, makanan tempo dulu dan penggunaan lampu cempluk masih marak dipakai masyarakat pedesaan, Rita bersama Ibunya mengunjungi Festival Kampung Cempluk 2018 di desa Sumberjo, Kalisongo, Dau, Malang.

Rita di Festival Kampung Cempluk 2018
Rita di Festival Kampung Cempluk 2018

Sebagai orang yang pernah merasakan indahnya masa lalu, mengunjungi Festival Kampung Cempluk 2018 ini seolah membangkitkan kembali memori tempo dulu yang hampir terlupakan. Bagi para jelita atau jelang lima puluh tahun, pada umumnya pernah merasakan belajar menggunakan lampu cempluk, bermain dengan lumpur sawah dan mainan tradisional lainnya serta menikmati bermain dibawah terangnya rembulan.

Ibunda Rita di estival Kampung Cempluk 2018
Ibunda Rita di estival Kampung Cempluk 2018

Satu kenangan indah yang tak dapat dilupakan meskipun jaman telah berubah.

Festival Kampung Cempluk 2018 telah usai dan diakhir dengan acara bersih desa. Namun, apa yang disajikan dalam festival ini, mampu membangkitkan kembali kenangan masa lalu bersama lampu cempluk.

Semoga bermanfaat..


20 Tradisi Unik Di Indonesia Dalam Menyambut 1 Muharam Atau 1 Suro 2018

20 Tradisi Unik Di Indonesia Dalam Menyambut 1 Muharam Atau 1 Suro 2018 -  1 Muharam atau lebih dikenal dengan 1 Suro atau tahun baru Hijiryah merupakan pergantian tahun dalam penanggalan bulan. Dalam menyambut pergantian tahun tersebut masyarakat Indonesia di berbagai daerah melakukan kegiatan unik yang sudah menjadi tradisi dengan tujuan membersihkan jiwa dan raga sehingga pada tahun baru dapat melakukan aktifitas dengan bersih, selamat dan penuh keberkahan.

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
20 Tradisi Unik Di Indonesia Dalam Menyambut 1 Muharam Atau 1 Suro 2018
Gambar : tribunnews.com

Kegiatan dalam rangka menyambut 1 Muharam di Indonesia telah melalui proses asimilasi budaya sehingga dengan berbagai cara masyarakat Indonesia memperingati hari yang dianggap sakral ini sesuai dengan warisan leluhurnya.

Nah, untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia di berbagai daerah dalam rangka menyambut tahun baru Hijriyah, mari ikuti ulasan ayodolenrek berikut ini.

20 Tradisi Unik Di Indonesia Dalam Menyambut 1 Muharam Atau 1 Suro 

1. Berendam Atau Kumkum

Berendam di sungai atau di sumber-sumber mata air merupakan salah satu tradisi yang tidak pernah ditinggalkan oleh masyarakat Jawa dengan tujuan menyucikan diri dari kotoran jasmani dan rohani.
Namun, tidak sembarang sungai atau sumber mata air yang menjadi tempat melakukan ritual tersebut. Hanya sungai dengan syarat tertentu dan sumber mata air yang dikeramatkan saja yang menjadi tempatnya.

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Berendam

Memang di Indonesia banyak memiliki sungai dan sumber mata air yang tersebar di berbagai wilayahnya. Tercatat di Jawa Timur ada Petirtan Jolotundo, Pemandian Wendi, Sumberawan, Sendang Kamulyan dan lain-lain.

Ditempat-tempat ini pada malam menjelang pergantian tahun baru Hijriyah, ramai dan dipenuhi dengan orang-orang yang akan berendam. Dan, mereka dengan penuh kesadaran dan saling menghormati, bergantian berendam.

Setelah berendam dan menyucikan diri, mereka memanjatkan doa agar cita-cita dan keinginannya  tercapai.

2. Ritual Buang Sengkolo 

Bagi sebagian masyarakat Jawa yang mengalami nasib kurang beruntung atau selalu mengalami kesialan dalam hidupnya, menyambut tahun baru Suro dengan jalan melakukan ritual “Buang Sengkolo” atau membuang kesialan diri.

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Buang Sengkolo atau Ruwatan

Caranya bermacam-macam, ada yang memotong rambut lalu membuang sebagian potongan rambutnya ke sungai, membuang benda-beda yang dianggap membawa sial ke laut atau sungai atau melakukan ritual “Ruwat” atau Ruwatan dengan menggelar pertunjukan wayang kulit.

3. Mubeng Benteng

Tradisi tahunan yang diselenggarakan oleh Kerato Ngayogyakarta Hadiningrat setiap bulan Suro adalah Tradisi “Mubeng Benteng”. Saat upacara ini, benda-benda pusaka keraton diarak mengelilingi benteng keratin Jogya dan para peserta ritual dilarang untuk berbicara atau “topo bisu” serta tidak  mengenakan alas kaki atau “nyeker.”

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Tradisi Mubeng Benteng, Jogyakarta
Gambar : okezone.com

Tradisi “Mubeng Benteng” tahun ini akan diselenggarakan pada tanggal 21 September yang dilakukan oleh para abdi dalem Keraton Yogyakarta. 

4. Tirakatan

Tradisi unik lainnya yang biasa dilakukan masyarakat Jawa menyambut bulan Suro khususnya para penghayat aliran kepercayaan Jawa adalah mengadakan tirakatan atau melekan semalam suntuk disertai dengan acara syukuran atau selamatan.

Biasanya seminggu sebelumnya atau tiga hari sebelumnya, mereka berpuasa terlebih dahulu.

5. Tabot

Berbeda dengan di Jawa, tradisi unik yang dilakukan masyarakat Bengkulu setiap tahun pada tanggal 1 – 10 Muharam untuk menyambut pergantian tahun Hijriyah disebut Tabot. 

Tradisi Tabot awalnya dibawa dan dikembangkan oleh orang India asal Siphoy yang datang bersama pasukan Inggris pada tahun 1685. Salah satunya adalah Syeh Burhanuddin atau lebih dikenal dengan nama Imam Senggolo.

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Tabot Bengkulu

Nama Tabot berasal dari bahasa arab yaitu “Tabut” yang secara harfia berarti kotak kayu atau peti. Menurut kepercayaan kaum Bani Israel, apabila Tabut ini muncul ditangan pemimpin mereka maka akan mendatangkan kebaikan bagi mereka, demikian sebaliknya.

Karena tradisi Tabot ini tumbuh dan berkembang sejak lama di bumi Raflesia Arnoldi ini maka sudah dianggap sebagai upacara tradisional masyarakat Bengkulu. 

Bagi masyarakat Bengkulu, tradisi Tabot merupakan upacara berkabung atas gugurnya Syaid Agung Husien bin Ali bin Abi Thalib, salah seorang cucu Nabi Muhammad SAW. Tujuan dari ritual ini adalah untuk mengenang jerih payah para pemimpin Syi'ah dan kaumnya dalam mengumpulkan bagian-bagian dari jenazah tubuh Husien.

Kemudian jenazah Hesein diarak dan dimakamkan di Padang Karbala. Tradisi Tabot berlangsung selama 10 hari mulai tanggal 1 sampai dengan 10 Muharram. 

6. Tabuik

Hampir sama dengan Tabot, Tabuik adalah tradisi yang diselenggarakan oleh masyarakat Pariaman Sumatera Barat.  Tabuik sendiri merupakan nama dari tradisi unik ini sekaligus sebagai nama benda.

Sebagai benda utama yang diarak beramai-ramai di tepi laut kemudian dibuang atau di larung ke laut, Tabuik merupakan sebuah benda berbentuk keranda bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, rotan, dan bambu. 

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Tradisi Tabuik, Pariaman, Sumbar
Gambar : adambukhoris

Bentuk badan dari Tabuik berupa seekor kuda besar yang bersayap lebar dan berkepala perempuan cantik berambut panjang. Badan Tabuik ini dibuat mulai dari tanggal 1 hingga 9 Muharam. Pengerjaannya dilakukan oleh dua kelompok masyarakat Pariaman yaitu kelompok Pasar dan kelompok Suberang.Tabuik, dan Tabuik yang dibuat pun dua buah.

7. Kirab Muharam

Kirab Muharam adalah tradisi tahunan yang diselenggarakan Keraton Surakarta. Keunikan dari tradisi ini adalah hadirnya kerbau bule atau kerbau putih yang bernama Kiai Slamet. Konon, Kebo bule ini merupakan hewan kesayangan Susuhunan Paku Buwono yang dianggap keramat.

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Kirab Muharam, Surakarta
Gambar : jatengpos.com

Karena kekeramatannya itu membuat masyarakat yang mengikuti prosesi ini akan berebutan untuk menyentuh tubuh sang kerbau, bahkan jika sang kerbau buang kotoran maka kotorannya pun akan diperebutkan oleh warga yang mayoritas adalah petani. 

8. Ngadulag 

Ngadulag merupakan tradisi unik berupa perlombaan menabuh bedug yang diselenggarakan oleh pemerintah Sukabumi, Jawa Barat untuk merayakan tahun baru Islam.

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Ngadulag, NU Online

9. Nganggung

Berbeda dengan masyarakat Pangkalpinang, Bangka, mereka menyambut tahun baru Islam dengan tradisi makan bersama di Masjid yang disebut Nganggung. Dalam tradisi ini, masyarakat membawa dulang uang berisi makanan dan lauk pauknya untuk dimakan bersama-sama.

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Nganggung Sepintu Sedulangan
Gambar :  sumber

Biasanya, Tradisi Nganggung ini mampu mengumpulkan ratusan dulang dan satu dulang yang berukuran besar berisi makanan dan lauknya. 

10. Bulan Asan-Usen

Sedangkan masyarakat Aceh merayakan pergantian tahun baru Islam ini dengan melakukan ritual untuk mengenang wafatnya Husein, cucu Nabi Muhammad, dengan makan bersama. Keunikannya terletak pada sajian makanannya yaitu bubur khanji acura yg terdiri dari beras santan, gula irisan kelapa, dan buah buahan seperti, kacang kacangan, papaya, delima pisang, tebu serta umbi umbian.

11. Pawai Obor

Pawai Obor adalah tradisi yang umum dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di pedesaan atau perkampungan untuk menyambut datangnya tahun baru hijriyah.

12. Tradisi Bubur Suro

Bubur Suro merupakan kuliner yang disajikan saat merayakan datangnya tahun baru Hijriyah, khususnya masyarakat Jawa Barat. 

Bubur Suro dibuat dari bahan-bahan seperti beras, santan, garam, jahe, dan sereh lalu dihiasi dengan topping serpihan jeruk bali dan butiran delima serta 7 jenis kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, kedelai, kacang merah, kacang tholo, dan kacang bogor. Kemudian ditambahkan irisan mentimun dan daun kemangi. 

Selain Bubur Suro dalam tradisi ini juga dibuat kembar mayang, sirih, dan keranjang berisi aneka buah-buahan yang semuanya terdiri dari 7 rupa. 

13. Grebeg Suro

Grebeg Suro merupakan tradisi yang enjadi agenda tahunan pemda Ponorogo dengan tujuan merayakan tahun baru Hijriyah sekaligus melestarikan budaya yang menjadi ciri khas Ponorogo.

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Grebeg Suro, Ponorogo

Kegiatan yang dilakukan pada tradisi ini antara lain festival reog nasional, pawai lintas sejarah, kirab pusaka, dan larungan risalah doa di Telaga Ngebel.  

14. Bubur Asura 

Jika di Jawa Barat memperingati 1 Muharam dengan menyajikan kuliner Bubur Suro, maka hampir sama dengan di pulau Kalimantan. Namun, berbeda nama dan bahannya yang disebut Bubur Asura. Bubur ini terbuat dari beras yang dimasak dengan santan dan dicampur dengan segala macam sayur-sayuran. 

15. Beli barang baru 

Mungkin, tradisi yang satu ini menjadi kegemaran ibu-ibu rumah tangga dimana pada awal bulan Muharam, ibu-ibu di Makasar akan berbondong-bondong beli peralatan rumah tangga yang baru. 

Dengan berbelanja peralatan baru, mereka percaya bahwa barang-barang yang dibeli pada waktu tersebut akan membawa berkah sepanjang tahun berikutnya.

16. Berdoa di Pantai

Selain mandi di Sungai atau sumber mata air, Pantai merupakan salah satu tujuan masyarakat Jawa dalam memperingati malam 1 Suro. Mereka mandi, berendam dan berdoa di pantai terutama pantai di sisi selatan pulau Jawa seperti Pantai Parangtritis, Bantul dan Pantai Balekambang, Malang serta pantai-pantai lainnya.

17. Sedekah Gunung

Bagi masyarakat sekitar Gunung Merapi, khususnya masyarakat Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, mereka merayakan malam 1 Suro dengan melakukan ritual sedekah di Gunung Merapi  atau lebih dikenal sebagai Sedekah Merapi.

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Sedekah Gunung Merapi - Antara Foto

Tradisi ini sebagai penghormatan kepada para leluhur dan  mahluk gaib penguasa Merapi. Persembahannya berupa kepala kerbau dan tujuh tumpeng nasi kepada leluhur Kyai dan Nyai Singomerjoyo, Kyai dan Nyai Simbarjaya, Nyai Gadung Melati, mahluk gaib penunggu kawasan Pasar Bubrah serta Kyai Petruk yang merupakan penguasa seluruh Merapi.

18. Mabit di Masjid

Bagi umat muslim, alternatif kegiatan untuk menyambut tahun baru Hijriyah adalah dengan menyelenggarakan mabit pada malam tahun baru yang diisi dengan ceramah agama dan dilanjutkan dengan aktivitas keagamaan yang bersifat pribadi. 

Intinya, peserta Mabit dapat menggunakan kesempatan ini untuk melakukan intropeksi atau refleksi diri selama menginap di masjid.  

19. Mencuci Pusaka

Nah, tradisi mencuci pusaka pada malam 1 Suro ini sudah melekat pada kebiasaan masyarakat Jawa. Meskipun pada prakteknya, tidak hanya orang Jawa saja yang melakukannya.

menyambut tahun baru islam; menyambut tahun baru islam 1441 h; menyambut tahun baru islam 1 muharram; menyambut tahun baru islam 2019; menyambut tahun baru hijriah; menyambut tahun baru islam pawai obor; menyambut 1 muharram; menyambut 1 muharram 1441 h; doa menyambut 1 muharram; doa menyambut 1 syawal; kata kata menyambut 1 suro; amalan menyambut malam 1 suro; cara menyambut malam 1 suro; perayaan 1 muharam 1441 h; perayaan 1 suro; malam 1 suro; ayodolenrek; misteri malam 1 suro; ayo dolen rek
Mencuci Pusaka : malangvoice.com

20. Buang, Isi Dan Asah Ilmu

Sudah menjadi rahasia umum apabila masyarakat Indonesia menyukai dunia supra natural, ilmu kesaktian dan segala hal yang berkaitan dengan mistis. Dan, malam 1 Suro adalah waktu yang ditunggu oleh mereka yang akan melakukan tradisi membuang ilmu, mengisi ilmu kesaktian baru dan mengasah ketajaman ilmu yang dimilikinya.


Penutup

Sesuai dengan keragaman suku, agama dan ras-nya yang terdapat dalam “Bhineka Tunggal Ika”, beragam pula tradisi dan upacara masyarakat Indonesia dalam menyambut datangnya tahun baru Islam atau 1 Muharam.

“Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.”
Itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan keragaman masyarakat Indonesia.

Tunggu apalagi? Mari mengenal tradisi unik yang tersebar di belahan Nusantara.